Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Identitas anggota Komisi III DPR yang mencoba menawarkan uang masing- masing Rp 200 juta kepada tujuh unsur pimpinan Komisi Yudisial dalam uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung 2012 mulai terkuak. Anggota dimaksud berasal dari Fraksi Partai Demokrat.
Ketua Komisi Yudisial (KY) Eman Suparman menyampaikan itu kepada Kompas, Jumat (20/9/2013). Eman mengaku mendapatkan informasi dari Imam Anshori Saleh, komisioner KY yang pertama membuka masalah ini ke publik.
”Saya mau menjadi saksi apabila DPR mempertanyakan hal ini,” katanya.
Saat ditanya siapa orang Fraksi Partai Demokrat dimaksud, Eman mengaku tidak tahu sebab Imam pun tidak membukanya.
Menurut Eman, pengakuan Imam Anshori Saleh tentang adanya tawaran uang tersebut memang benar adanya. Saat KY menggelar rapat pleno penentuan kelulusan calon hakim agung, Imam memang mengungkapkan hal itu.
Demokrat akan telusuri
Partai Demokrat akan segera menelusuri setiap informasi yang menyebutkan keterlibatan kader partai itu dalam tindakan yang tidak terpuji. Demokrat berharap identitas kader yang diduga terlibat segera diungkap agar Komisi Pengawas Demokrat dapat menindaklanjutinya.
”Informasikan saja kepada kami atau sampaikan secara terbuka lewat media, kami akan menindaklanjuti,” ujar Wakil Ketua Komisi Pengawas Demokrat Suaidi Marasabessy, kemarin.
Tak perlu lewat DPR
Kisah tentang ”percobaan suap” dari anggota DPR kepada komisioner KY dan pertemuan anggota DPR dengan peserta seleksi di toilet DPR dalam uji seleksi pekan ini memunculkan desakan agar uji kelayakan dan kepatutan di DPR ditinjau ulang.
Komisi Pemberantasan Korupsi dan Mahkamah Agung meminta kewenangan DPR menyeleksi pejabat lembaga tinggi negara ini agar direvisi.
”Saya tidak heran dengan praktik kumuh dalam seleksi pejabat publik DPR. Dulu, ada calon hakim agung lulus dengan nilai integritas dan kapasitas legal skill yang tinggi terpaksa kandas ketika fit and proper test di DPR karena dia mengeluh tak mau melayani tawaran kelulusan dengan harga Rp 2 miliar,” ujar Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas.
Kasus suap cek perjalanan yang diberikan kepada anggota DPR saat memilih Miranda Swaray Gultom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia adalah fakta otentik praktik percaloan jabatan publik di DPR.
”Mereka inilah yang merusak DPR,” katanya.
Hal serupa diungkapkan Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Ridwan Mansyur.
”Kenapa tidak diserahkan ke KY sekalian,” ujar Ridwan.
Peneliti Indonesian Legal Roundtable Erwin Natosmal Oemar juga meminta DPR menunda seleksi hakim agung sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi
Ketua DPR Marzuki Alie setuju apabila kewenangan DPR dalam proses seleksi pejabat lembaga tinggi negara dipangkas.
”Sudah sejak lama saya usulkan, DPR tidak perlu dilibatkan dalam seleksi lembaga-lembaga tinggi negara. Kenapa? Karena DPR ini lembaga politik, keputusannya keputusan politik dan nuansanya politis,” ujar Marzuki Alie. (Kompas.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News