kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kuota Impor di Balik Perpres Percepatan Swasembada Gula Tuai Kritik


Jumat, 21 Oktober 2022 / 16:11 WIB
Kuota Impor di Balik Perpres Percepatan Swasembada Gula Tuai Kritik
Kuota Impor di Balik Perpres Percepatan Swasembada Gula Tuai Kritik


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sedang menyusun draf Percepatan Swasembada Gula yang menuai kritik karena memberikan kuota impor gula kepada badan usaha. 

Dalam rancangan Perpres Percepatan Swasembada Gula, ditargetkan Indonesia akan swasembada gula konsumsi pada 2025 dan gula rafinasi pada 2030.

Menurut Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio, jika dalam rancangan aturan tersebut memuat impor gula, hendaknya menjadi perhatian masyarakat, apalagi kebijakan tersebut dikeluarkan di periode tahun politik seperti saat ini hingga 2024.

“Ini sebenarnya penyakit lama. Setiap tahun-tahun politik hampir semua komoditas impornya melonjak, termasuk gula. Baik itu pilkada bahkan sampai pemilu, karena (impor) ini uang yang sangat besar yang bisa digunakan untuk membiayai pemilu atau pilkada,” ungkap Agus dalam keterangannya, Jumat (21/10).

Baca Juga: Percepat Swasembada, Kementerian BUMN Mulai Revitalisasi Industri Gula Nasional

Agus mengatakan, untuk menjaga agar penetapan kuota impor gula dari kecurangan alias hanya digunakan untuk membiayai kegiatan politik, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sampai masyarakat bisa melihat neraca komoditas. Dengan neraca tersebut, bisa diketahui berapa besar kebutuhan gula nasional.

“Dengan neraca komoditi ini kan kelihatan, kebutuhan gula nasional itu berapa, berapa produksinya dan kalau kurang berapa impor yang dibutuhkan, jadi benar-benar Presiden dan para menteri bisa melihat, kalau kuotanya ditetapkan berlebih kan bisa kelihatan, itu kuota sebesar itu mau diapakan sisanya? mau dilempar kemana sisanya, jangan sampai ke pasar becek yang bikin petani rugi,” ungkapnya. 

Sementara itu, Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai aturan terkait gula dari hulu hingga hilir, dari Undang-Undang Cipta Kerja hingga Peraturan Menteri Perdagangan, Perindustrian hingga Pertanian semuanya punya aturan sendiri-sendiri terkait gula nasional, namun target swasembada gula tidak kunjung tercapai bertahun-tahun lamanya.

Baca Juga: Petani Tebu Tak Yakin Swasembada Gula Tercapai pada 2025

“Peraturan soal pergulaaan di Indonesia ini sudah sangat banyak sekali, bahkan over regulated, kebanyakan dari Undang-Undang Perkebunan 2004 lalu direvisi 2014 dalam Undang-Undang Cipta Kerja, ada PP nya juga, belum lagi Kemenperin keluarin aturan, Kemendag, Kementan semuanya mengeluarkan aturan, sebentar lagi rencananya ada Perpres percepatan swasembada gula, terlalu banyak aturan dan target swasembada tidak kunjung tercapai,” ungkap Khudori.

Anggota Komisi VI DPR, Herman Khaeron mengungkapkan, target swasembada gula telah dicanangkan sejak lama, namun tidak kunjung tercapat akibat tidak adanya keseriusan dari pemerintah salah satunya terkait penambahan area lahan perkebunan tebu.

Baca Juga: Ancaman Krisis Pangan Menghantui, Pemerintah Janjikan Peningkatan Produksi

"Dari dulu seperti itu, dulu ada program swasembada Pajale, padi, jagung dan kedelai, tapi lahannya itu-itu saja tidak ada niatan serius menambah lahan yang hasilnya antar satu komoditas saling beradu. Kedelai produksinya naik tapi pakai lahan padi akibatnya produktivitas beras turun, jagung produksi naik tapi pakai lahan kedelai, akibatnya kedelai produksinya turun lalu impor untuk nutup kebutuhan," ungkap Herman.

Bahkan Herman mengkritik rencana pemerintah yang akan mengeluarkan aturan Peraturan Presiden tentang Percepatan Swasembada Gula, namun justru memberikan kuota impor gula kristal putih (GKP) dan/atau gula kristal mentah (raw sugar) khusus kepada PTPN III.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×