Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah didakwa dengan pasal penodaan agama. Tim pengacara Ahok langsung membacakan nota keberatan (eksepsi) atas dakwaan tersebut. Mereka bahkan memberi judul eksepsinya.
"Nota keberatan kami beri judul pengadilan oleh massa, trial by the mob," ujar salah satu pengacara Ahok, Trimoelja D Soerjadi, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (13/12).
Trimoelja menuturkan, proses hukum yang dijalani Ahok terjadi karena adanya desakan massa. Sejak video pidato Ahok di Kepulauan Seribu di-edit oleh Buni Yani, banyak protes yang berkembang hingga berujung aksi pada 14 Oktober, 4 November, dan 2 Desember 2016.
Padahal, sebelum video itu diedit dan baru diunggah Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) DKI Jakarta, kata Trimoelja, tidak ada satu orang pun yang protes, marah atau tersinggung, termasuk yang mendengarkan langsung pidato tersebut.
"Untuk kepentingan eksepsi ini, marilah kita sebut aksi-aksi ini sebagai tekanan massa. Rakyat Indonesia telah menjadi saksi adanya tekanan massa yang memenuhi jalan-jalan protokol Ibu Kota pada tanggal-tanggal tersebut yang mengakibatkan timbulnya proses hukum yang amat cepat kepada Ahok," ucapnya.
Tim pengacara Ahok menilai tekanan massa begitu hebat hingga membuat Kapolri Jenderal Tito Karnavian secara terbuka menyatakan pihaknya tidak mengikuti telegram rahasia tentang penundaan kasus hukum untuk calon pada Pilkada.
Seharusnya, proses hukum yang melibatkan peserta Pilkada ditunda hingga Pilkada selesai agar polisi tidak dijadikan alat kepentingan politik. Namun, proses hukum Ahok nyatanya tetap berjalan meskipun kini dia terdaftar sebagai calon gubernur DKI Jakarta.
Trimoelja menyatakan, tekanan massa yang dialami Ahok sudah berlangsung sejak Ahok mengantikan Joko Widodo sebagai gubernur DKI Jakarta pada akhir 2014 lalu. Bahkan, kata dia, ada salah satu pimpinan organisasi kemasyarakatan yang mengklaim akan berjuang mati-matian untuk menjegal Ahok menjadi gubernur.
Hingga saat ini, lanjut Trimoelja, tekanan massa terus berlanjut. Tim pengacara Ahok melihat serangkaian peristiwa yang terjadi ini sebagai ketakutan pihak tertentu mengenai adanya kemungkinan Ahok kembali terpilih dan menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022.
"Jadi wajar apabila tujuan utama tidak lain dan tidak bukan adalah untuk memangkas Ahok dari kompetisi pemilihan gubernur DKI Jakarta," kata Trimoelja.
Kini, tim pengacara Ahok berharap majelis hakim bisa memutuskan perkara yang menjerat kliennya itu secara adil, jujur, terbuka, bebas dari intervensi, dan tidak tunduk pada tekanan massa. (Nursita Sari)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News