kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.946   0,00   0,00%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

KSPI: Isi Perppu Cipta Kerja Tak Sesuai Harapan Buruh


Minggu, 01 Januari 2023 / 18:43 WIB
KSPI: Isi Perppu Cipta Kerja Tak Sesuai Harapan Buruh
ILUSTRASI. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) tak setuju dengan isi dari Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti  Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja mengundang penolakan. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) tak setuju dengan isi dari Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tersebut.

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, pihaknya menolak atau tidak setuju dengan isi Perppu tersebut. Terutama yang menyangkut pada sektor ketenagakerjaan.

“Setelah mempelajari, membaca, menelaah, dan mengkaji salinan Perppu No 2 tahun 2022 yang beredar di media sosial, dan kami sudah menyandingkan dengan UU Cipta Kerja serta UU No 13 Tahun 2003, maka sikap kami menolak,” ujar Iqbal dalam konferensi pers virtual, Minggu (1/1).

Terdapat beberapa pasal dalam Perppu yang ditolak KSPI. Pertama, mengenai upah minimum. Iqbal menjelaskan, dalam Perppu tersebut upah minimum kabupaten/kota dapat ditetapkan gubernur.

Penggunaan kata dapat membuat isi pasal tersebut tak ada bedanya dengan UU Cipta Kerja. Usulan dari buruh/pekerja ialah upah minimum kabupaten/kota gubernur yang menetapkan.

"Bahasa hukum “dapat”, berarti bisa ada bisa tidak, tergantung gubernur. Usulan buruh adalah gubernur menetapkan upah minimum kabupaten/kota," ujar Iqbal.

Baca Juga: Perppu UU Cipta Kerja Terbit, Menko Airlangga: Beri Kepastian Hukum bagi Investor

Kemudian dalam UU Cipta Kerja, upah minimum kenaikannya ditentukan oleh inflasi atau pertumbuhan ekonomi. Sementara di Perppu, penentuan berdasarkan variabel inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.

Iqbal mengatakan, variabel indeks tertentu menjadi yang ditolak buruh. Sebab dalam hukum ketenagakerjaan tidak pernah dikenal indeks tertentu dalam menentukan upah minimum.

“Kami menduga indeks tertentu seperti di dalam Permenaker 18/2022, menggunakan indeks 0,1 sampai 0,3,” kata Iqbal.

Selain itu, KSPI juga menolak Pasal 88F di Perppu tersebut. Pasal ini berbunyi, dalam keadaan tertentu pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan upah minimum yang berbeda dengan formula penghitungan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88D ayat (2).

Iqbal berpendapat, ini seperti memberikan mandat kosong kepada pemerintah. Sehingga dikhawatirkan bisa seenaknya mengubah-ubah aturan.

"Jadi yang kami tolak UMK bisa diputuskan gubernur bisa juga tidak. Kedua, formula kenaikan upah minimum berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu. Buruh menolak menggunakan indeks tertentu. Ketiga, Pemerintah bisa mengubah formula kenaikan upah minimum, ini juga tidak ditolak buruh. Keempat, upah minimum sektoral dihilangkan," jelasnya.

Isi Perppu lainnya mengenai outsourcing atau alih daya. Dalam Perppu disebutkan, perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan lainnya melalui perjanjian alih daya yang dibuat secara tertulis. Pemerintah menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan dalam Peraturan Pemerintah (PP).

“Akan diatur dalam perturan pemerintah, mana yang boleh mana yang tidak. Makin tidak jelas. Karena semakin menegaskan semua pekerjaan bisa di outsourcing. Ukurannya apa jika diserahkan kepada peraturan pemerintah? Bisa seenak-enaknya dong?” tegasnya.

Untuk itu, KSPI meminta sekurang-kurangnya outsourcing harus kembali ke UU No 13/2003, dengan ada batasan yang jelas.

Hal lain yang menjadi sorotan adalah terkait pesangon. Pasalnya dalam Perppu tidak ada perubahan. Mengenai perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang di UU Cipta Kerja tidak dibatasi periode kontraknya. Sama seperti pesangon soal PKWT juga di Perppu tidak ada perubahan. Sehingga buruh menolak, karena dengan adanya pasal ini kontrak kerja bisa dibuat berulangkali.

"Kelima, terkait dengan PHK tidak ada perubahan. Masih sama dengan UU Cipta Kerja. Partai Buruh menolak sistem mudah rekrut mudah PHK," tuturnya.

Demikian juga mengenai pasal soal tenaga kerja asing (TKA) yang sama persis dengan UU Cipta Kerja. Iqbal mengaskan pihaknya menolak dan meminta harus ada izin untuk TKA.

“Kemudian saksi pidana, sama persis dengan UU Cipta Kerja. Kami minta kembali ke UU 13/2003. Berikutnya adalah pengaturan waktu kerja juga sama persis dengan UU Cipta Kerja. Begitu juga pengaturan cuti,” kata Iqbal.

Maka, KSPI saat ini tengah mempertimbangkan langkah hukum dengan melakukan judicial review. Selain itu rencananya akan ada aksi besar-besaran.

Meski demikian, KSPI berharap bisa bertemu dengan Presiden Joko Widodo untuk memberikan masukan mengenai kebijakan yang dikeluarkan jelang tutup tahun 2022 lalu.

Baca Juga: Perppu Cipta Kerja Tambahkan Aturan Baru Soal Formula Perhitungan Upah Minimum

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×