Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonomi Indonesia pada tahun ini menghadapi tantangan baru. Tren pemulihan ekonomi yang ditunjukkan pada awal 2022 dihadapkan pada peningkatan risiko krisis global yang menjalar ke domestik sehingga berpotensi menahan laju pemulihan ekonomi.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan bahwa pemerintah perlu mengantisipasi dampak dari risiko krisis global tersebut.
Pertama, pemerintah harus memitigasi dari lonjakan harga energi dan pangan, di mana masyarakat bawah perlu diprioritaskan atau diselamatkan terlebih dahulu. Sehingga menurutnya, pemberian subsidi yang tepat sasaran sangat penting untuk dilakukan.
Baca Juga: Sri Mulyani Beberkan Alasan Tunda Penerapan Pajak Karbon untuk Kedua Kalinya
"Kebijakan untuk memberikan subsidi langsung kepada orang itu merupakan opsi yang lebih tepat. Dibandingkan dengan subsidi barang yang katakanlah tingkat penyimpangannya itu berupa salah sasaran," ujar Eko kepada Kontan.co.id, Rabu (13/7).
Kedua dari aspek moneternya. Eko melihat agresivitas kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) akan terus menguat. Sehingga apabila kenaikan terus berlanjut, maka dirinya menyarankan Bank Indonesia (BI) juga mengikutinya.
"Bukan berarti kita sangat following, enggak, tapi maksud saya daripada nilai Rupiah tergonjang ganjing terus mungkin akan lebih baik kalau kita sedikit melakukan perubahan dari pola suku bunga acuan," jelas Eko.
Baca Juga: Ekonomi Indonesia Terancam Resesi, Ini Penjelasan Sri Mulyani
Menurut Eko, lebih tepat dalam situasi saat ini untuk BI menaikkan suku bunga secara moderat yang menandakan bahwa BI lebih berhati-hati (aware) terhadap situasi global.
Meredam nilai tukar agar tidak menembus Rp 15.000 sangat penting untuk dilakukan dengan cara menaikkan suku bunga.
"Jadi ketika Rupiahnya bisa stabil, maka pengusaha juga senang untuk bisa menghitung berapa keuntungan yang bisa diperoleh. Tapi kalau enggak, ya walaupun inflasinya cenderung rendah, tapi kalau nilai tukarnya goyang ya kena juga," tutur Eko.
Ketiga, melihat sektor yang berpotensi terhantam badai krisis global juga sangat penting untuk dilakukan. Adapun caranya adalah dengan melihat keterkaitan antara sektor Indonesia dengan sektor luar negerinya.
Baca Juga: Presiden Sri Lanka Kabur ke Maldives, Terbang dengan Jet Militer
Ia mencontohkan, apabila Amerika Serikat (AS) menuju jurang resesi, maka orang-orang yang mempunyai mitra dagang dengan AS harus lebih berhati-hati karena ada potensi penurunan permintaan yang tinggi dari negara tersebut.
"Jadi sebenarnya dampak ke kita (Indonesia) masih bisa diredam ya terkait potensi krisis global tersebut, tapi tetap akan berdampak, karena di sektor keuangan ini yang harus menjadi konsen karena dinamikanya sangat cepat dan responsnya juga harus sangat cepat," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News