kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.080   96,25   1,38%
  • KOMPAS100 1.059   19,08   1,83%
  • LQ45 833   16,07   1,97%
  • ISSI 214   1,68   0,79%
  • IDX30 425   9,10   2,19%
  • IDXHIDIV20 511   9,34   1,86%
  • IDX80 121   2,21   1,86%
  • IDXV30 125   1,01   0,82%
  • IDXQ30 142   2,63   1,89%

Krisis Dokter Spesialis, Pemerintah Harus Perbanyak Program Beasiswa


Selasa, 06 Agustus 2024 / 20:57 WIB
Krisis Dokter Spesialis, Pemerintah Harus Perbanyak Program Beasiswa
ILUSTRASI. stvgott


Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia menghadapi ancaman krisis dokter. Kekurangan dokter bisa tergambar dari rasio dokter terhadap penduduk yang terbilang kecil. Banyak faktor penyebab masih sedikitnya dokter terlebih dokter spesialis, yakni dari sistem pendidikan hingga mahalnya biaya sekolah jenjang spesialis.  

Merujuk data Kementerian Kesehatan, rasio dokter terhadap 1.000 penduduk hanya 0,47 atau jauh lebih rendah dibandingkan rasio rata-rata di dunia. Dengan kata lain hanya 47 dokter per setiap 100.000 penduduk.

Jika dilakukan pemeringkatan, Indonesia berada di posisi 147 dari 205 negara di dunia atau peringkat ke delapan di ASEAN. Saat ini saja, jumlah tenaga medis (dokter umum dan dokter spesialis) di Indonesia sebanyak 202.967 orang. Sedangkan jumlah penduduk Indonesia per 2024 sekitar 281.603.779.

Baca Juga: PP Nomor 28 Tahun 2024: Dokter Tetap Bisa Praktik di Tiga Tempat, Ini Syaratnya!

Padahal, Standar World Health Organization (WHO) untuk rasio dokter terhadap jumlah penduduk adalah 1 dokter per 1.000 orang. Sementara dengan jumlah yang ada saat ini, rasio existing Indonesia hanya 0,72 per 1.000 penduduk. Artinya, Indonesia membutuhkan sekitar 78.663 dokter untuk mencapai standar WHO tersebut.

Astuti Giantini, Direktur Utama Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) mengatakan, salah satu kendala masih kurangnya dokter spesialis adalah keterbatasan anggaran.

"Banyak dokter yang tidak bisa mengambil spesialis karena biaya pendidikannya yang sangat mahal," katanya kepada KONTAN, kemarin.

Menurut Astuti, secara umum Indonesia memang kekurangan tenaga dokter, apalagi dokter spesialis dan subspesialis. Ini yang menjadi tantangannya. Meski demikian, upaya mendatangkan tenaga dokter dari luar negri alis impor juga kurang tepat. 

"SDM kita itu pintar-pintar jadi enggak perlu impor dokter," tandasnya.

Baca Juga: Keberadaan Dokter Asing Bisa Membelah Segmentasi Rumah Sakit

Untuk itu, pemerintah mesti fokus dalam mencetak SDM dokter ini ke depannya, sehingga bisa mengurangi ketimpangan jumlah dokter yang ada saat ini. 

"Pemerintah harus menyediakan anggaran yang cukup untuk mencetak dokter dan dokter spesialis lewat program beasiswa," saran Astuti.

Untuk di RSUI sendiri, Astuti ketersediaan dokter dan dokter spesialis sudah mencukupi. Saat ini, rata-rata kunjungan pasien rawat jalan sebanyak 1.000 per hari, sedangkan rawat inap sebanyak 300 pasien per hari. 

"Jumlah dokternya sudah mencukupi," sebut dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×