Sumber: Kompas.co | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta menjelaskan tentang proses validasi dan verifikasi atas data tersebut dilakukan demi menjamin data tidak diubah atau dimainkan. Hal ini dituntut usai KPU mengklaim bahwa data pemilih yang belum dilengkapi nomor induk kependudukan (NIK) hanya tinggal sekitar 7 juta dari sebelumnya 10,4 juta.
"Anehnya, kok dalam jangka satu hari, KPU bisa menghilangkan data 3 juta yang bermasalah. Model pembersihan apa yang dilakukan? Sekarang bisa tinggal 7 juta data pemilih yang bermasalah itu bagaimana proses validasi dan verifikasinya?" ujar Direktur Lingkar Madani (Lima) Indonesia Ray Rangkuti di Gedung KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Kamis (7/12/2013).
Ia mengatakan, Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay sebelum penetapan DPT, angka 7 juta data pemilih yang belum ber-NIK sudah mencuat. Karena itu, ia mempertanyakan, mengapa dalam rapat pleno rekapitulasi dan penetapan DPT, Senin (4/11/2013) lalu.
"Kalau ternyata 3,4 juta dari 10,4 juta data yang dibereskan, kok perdebatan masih 10,4 juta data pada 4 November itu," lanjutnya.
Sebelumnya, KPU mengklaim data pemilih yang masih bermasalah tinggal 7 juta orang. Data tersebut diperoleh setelah KPU menyisir sebanyak 10,4 juta data pemilih yang belum dilengkapi NIK. Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay mengatakan, sebenarnya dari 10,4 juta pemilih bermasalah sudah turun hingga sekarang tinggal sedikitnya 7 juta.
“Kami akan mendapatkan lagi sebagian. Hanya yang tidak bisa kami dapat melengkapinya adalah yang belum pernah punya (NIK) sama sekali," kata Hadar di Jakarta, Selasa (5/11/2013).
Menurut Hadar, pemberian NIK terhadap 3,4 juta data oleh pihaknya itu didapat dengan menghubungi suku dinas kependudukan, catatan sipil (dukcapil) di daerah, hingga Direktorat Jenderal (Ditjen) Dukcapil Kementerian Dalam Negeri. (Deytri Robekka Aritonang/Kompas.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News