Reporter: Noverius Laoli | Editor: Edy Can
JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sedang menyelidiki dugaan persaingan usaha yang tidak sehat dalam penentuan biaya handling terminal atau terminal handling charge (THC) di pelabuhan. Wasit persaingan usaha mencium ada permainan tidak sedap di antara perusahaan-perusahaan pengelola THC sehingga biaya THC kelewat mahal.
Ketua KPPU Nawir Messi mengatakan, KPPU sudah membentuk tim khusus untuk menyelidiki ada atau tidak pelanggaran yang dilakukan perusahaan-perusahaan pengelola THC. KPPU mencium dugaan awal adanya persekongkolan di perusahaan yang mengelola THC.
KPPU sendiri, kata Nawir, sudah mendapatkan indikasi awal adanya perjanjian antar perusahaan pengelola THC dalam menentukan tarif THC di sejumlah pelabuhan. Dugaan KPPU, perjanjian itulah yang menyebabkan biaya THC tinggi.
Namun sayangnya, KPPU belum berhasil mendapatkan dokumen tertulis perjanjian tersebut. Karena itu, KPPU sedang melakukan investigasi guna mencari dokumen-dokumen perjanjian yang dimaksudkan.
Dari hasil penyelidikan sementara, Nawir menyebutkan 90% pengelola THC adalah perusahaan asing, sisanya perusahaan domestik.
KPPU optimistis dapat membuktikan adanya dugaan kartel dalam penentuan biaya THC tersebut. KPPU menargetkan paling lama sampai akhir tahun 2011, penyelidikan ini sudah masuk ke sidang.
Penyelidikan KPPU ini didukung pengusaha ekspor. Ketua Umum Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Ambar Tjahjono mengatakan, para pengusaha sudah berkali-kali mengeluhkan mahalnya biaya THC tersebut.
Menurut Ambar, saat ini biaya THC di Indonesia adalah yang termahal di ASEAN. "Hal ini tidak bagus bagi para eksportir," ujar Ambar. Karena barang ekspor dalam negeri jatuhnya menjadi terlalu mahal di pasar internasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News