Reporter: Teodosius Domina | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakin telah melayangkan permohonan pencegahan ke luar negeri terhadap Ketua DPR RI Setya Novanto secara taat aturan. Novanto memang merupakan saksi kunci kasus korupsi e-KTP (KTP elektronik). Bahkan baru-baru ini beredar kabar bahwa Novanto telah menyandang status sebagai tersangka lagi.
"Aturan soal pencegahan ke luar negeri sudah diatur di UU KPK, UU Imigrasi dan Putusan MK," kata Kepala Biro Humas Febri Diansyah, Kamis (9/11).
Selain Novanto, terkait perkara ini KPK juga melayangkan pencegahan untuk Vidi Gunawan, Dedi Prijono, Made Oka Masagung, Irvanto Hendra Prambudi, Esther Riawaty Hari, Inayah, Raden Gede, dan Anang Sugiana Sudihardjo.
"Dari sejumlah pihak yang dicegah, ada yang dicegah ke luar negeri dalam status sebagai tersangka dan sebagian besar sebagai saksi. Pencegahan seseorang ke luar negeri tersebut tentu memiliki dasar hukum yang kuat," tegas Febri.
Aturan yang dimaksud antara lain UU KPK No. 30 Tahun 2002 tentang KPK Pasal 12 ayat 1 huruf b, UU Imigrasi No. 6 Tahun 2011 diatur dalam BAB IX Pencegahan dan Penangkalan Pasal 91 s.d Pasal 103, UU Imigrasi No. 6 Tahun 2011 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah No 31 Tahun 2013, dan Putusan MK : PUT No. 64/PUU-IX/2011 - Perkara Pengujian UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian terhadap UUD Negara RI.
Putusan MK ini tidak mengurangi kewenangan KPK yang diatur di Pasal 12 ayat (1) huruf b UU 30 Tahun 2001 tentang KPK untuk memerintahkan instansi yang berwenang untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri dalam tingkat Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan. Pasal 12 ayat (1) huruf b tidak mengatur apakah seseorang itu harus tersangka, terdakwa atau tidak. Ini merupakan ketentuan yang bersifat khusus.
Selain itu, mengutip dari putusan Praperadilan di PN Jaksel yang diajukan oleh Setya Novanto, hakim juga tidak mengabulkan petitum ke-4, yaitu: permintaan pemohon untuk mencabut penetapan pencegahan terhadap Setya Novanto yang dilakukan KPK. Ditegaskan bahwa penetapan tersebut merupakan kewenangan administrasi dari pejabat administrasi yang mengeluarkan penetapan.
"Sehingga dapat disimpulkan pelaksanaan pencegahan seseorang ke luar negeri adalah tindakan yang sah secara hukum, bukan penyalahgunaan wewenang apalagi pemalsuan surat. Tindakan ini bahkan penting untuk memperlancar penanganan kasus korupsi, terutama untuk memastikan saat saksi atau tersangka dipanggil maka mereka sedang tidak berada di luar negeri. Oleh karena itu kami ingatkan agar para saksi dan tersangka yang dipanggil mematuhi aturan hukum yang berlaku, terutama dalam pemenuhan kewajiban hukum untuk datang jika dipanggil sebagai saksi," jelas Febri.
Sekadar mengingatkan, pada 9 Oktober lalu, kuasa hukum Setya Novanto melaporkan KPK lantaran mengeluarkan surat palsu. Laporan ini ternyata direspon cepat oleh polisi dan menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan per 7 November 2017. Namun, pihak Mabes Polri menegaskan Wakil Ketua Saut Situmorang, Ketua KPK Agus Rahardjo, dan penyidik KPK yang lain masih berstatus terlapor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News