kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

KPK: Suap paspor, menyiksa dan jadi beban TKI


Rabu, 08 Februari 2017 / 10:28 WIB
KPK: Suap paspor, menyiksa dan jadi beban TKI


Sumber: TribunNews.com | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. ‎Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menaruh perhatian besar pada kasus suap miliaran rupiah terkait penerbitan paspor Indonesia dengan metode reach out tahun 2016 dan visa dengan metode calling visa tahun 2013 hingga 2016 untuk WNI di Malaysia.

Atas hal ini, KPK telah menetapkan status tersangka dan pencegahan ke luar negeri pada Atase Keimigrasian kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur, Malaysia, Dwi Widodo (DW).

Juru bicara KPK, Febri Diansyah menyatakan kasus suap ini jangan hanya dipandang dari besar kecilnya nilai suap yang diterima. Melainkan karena suap ini sangat merugikan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang ada di Malaysia.

Sebab untuk mengurus paspor, mereka harus membayar biaya besar di luar tarif resmi yang telah ditetapkan. Sehingga tentu saja hal itu sangat membebankan para TKI.

"Kasus ini merugikan para TKI di Malaysia. Biaya lebih yang dikenakan menjadi tanggungan di tengah beban hidup mereka," tegas Febri, Rabu (8/2).

Lebih lanjut, Febri menuturkan calo ataupun perantara pembuat paspor bekerja dengan mendekati kantong-kantong TKI kemudian menawarkan pembuatan paspor dengan sistem reach out dengan biaya yang lebih tinggi.

Dimana biaya itu dinikmati ‎oleh perusahaan makelar sebagai bagian keuntungan mereka dan sebagian lagi disalurkan ke rekening pribadi Dwi Widodo.

"‎Hasil kajian dari bagian penelitian dan pengembangan KPK tahun 2007 diketahui ada masalah yang cukup serius di proses penempatan TKI, bahkan perlindungan bagi TKI di luar negeri sangat lemah," beber Febri.

Febri menambahkan mulai dari keberangkatan, penempatan hingga pemulangan TKI seluruh prosesnya kerap menjadi objek pungli.

Sehingga seharusnya ‎pihak-pihak yang melakukan pelayanan publik tidak memungut biaya lebih dan memanfaatkan celah untuk mengambil keuntungan memperkaya diri.

"KPK akan kerjasama dengan Kemenakertrans, BNP2TKI, Kemenlu, Kemensos, Kemenkes, Ombudsman, sampai ‎Kemenkumham untuk mendorong perbaikan pelayanan publik dalam tata kelola TKI. Ini juga warning bagi pelayan publik, tidak hanya di Malaysia tapi juga negara lain," imbuhnya. (Theresia Felisiani)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×