Reporter: Yudho Winarto | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meragukan dokumen yang diduga sebagai surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Anas Urbaningrum. Terutama perihal keabsahan dokumen tersebut.
"Saya belum tahu apakah sprindik yang beredar itu benar atau palsu. Jika itu benar, sprindik yang beredar itu belum ditandatangani dan belum bernomor, artinya belum bisa dikatakan sebagai sprindik yang sah," kata Juru Bicara KPK Johan Budi, Minggu (10/2).
Kalau nantinya, dokumen itu benar keabsahannya. Artinya ada pelanggaran kode etik yang dilakukan internal KPK. Lebih lanjut bisa mengarah pada tindak pidana.
"Jika benar bocornya sprindik itu mengindikasikan bahwa di dalam KPK, apakah di level pimpinan atau staf telah ada pembocor dokumen, itu bisa masuk pelanggaran kode etik. Juga bisa masuk wilayah pidana kalau memang ada kesengajaan, agar proses penyelidikan dan penyidikan di KPK terhambat," katanya.
Sepengetahuannya, informasi proses penerbitan sprindik hanya diketahui beberapa pihak. Mulai dari staf, direktur, deputi penindakan, dan di level puncak pimpinan.
Sementara itu, hal serupa disampaikan Patra M Zen, selaku kuasa hukum Anas Urbaningrum. Dirinya menyayangkan beredarnya dokumen yang diduga sprindik tersebut.
Pihaknya berharap, kepolisian bergerak untuk menindaklanjuti kasus ini. "Kami minta pihak berwajib mengusut pelaku pemalsuan sprindik. Pelakunya bisa dikenakan pasal 263 ayat (1) KUHP. Ancaman pidananya 6 tahun," ujarnya.
Sebagai informasi, dokumen diduga sprindik bocor sudah diberitakan sejumlah media. Dalam dokumen itu ditandatangani tiga komisioner KPK, yakni Abraham Samad, Adnan Pandu Praja, serta Zulkarnaen. Minus tandatangan Bambang Widjojanto, dan Busyro Muqoddas. Dokumen ini tertulis Anas berstatus tersangka.
Dalam dokumen yang diduga sprindik itu, Ketua Umum Partai Demokrat itu dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Anas dijerat pasal penyuapan ketika menjabat sebagai anggota DPR periode 2009-2014.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News