kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.308.000 -0,76%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Korporasi kian gencar mencetak utang luar negeri


Minggu, 13 April 2014 / 14:45 WIB
Korporasi kian gencar mencetak utang luar negeri
Karyawan menunjukkan emas di Galeri 24 Pegadaian, Jakarta Pusat. Harga Emas Antam Kemarin Tak Berubah di Level Rp 978.000 Per Gram.


Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Korporasi kian ramai mencari utang. Bila tidak direm, utang korporasi ini bak bom yang sewaktu-waktu bisa menggoyang perekonomian. Setidaknya ada tujuh korporsi yang berencana menerbitkan surat utang berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) atau obligasi valas pada tahun ini. 

Tiga di antaranya direncanakan keluar pada triwulan II 2014. Pertama, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex yang akan menerbitkan utang senilai US$ 300 juta. Kedua, PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) dengan nilai US$ 200 juta. Ketiga, PT Pelindo III (Persero) yang akan menerbitkan US$ 400 juta.

Bank Indonesia (BI) sendiri sudah memberikan alarm peringatan terhadap utang luar negeri swasta. Asal tahu, posisi utang swasta sudah melampaui utang pemerintah. Data terbaru BI, posisi utang swasta pada Januari 2014 sebesar US$ 141,35 miliar sedangkan utang pemerintah sendiri sebesar US$ 118,88 miliar. 

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara menjelaskan, yang menjadi perhatian BI adalah korporasi yang berutang dolar namun penghasilannya dalam bentuk rupiah. Pasalnya akan ada risiko perbedaan mata uang, apalagi dengan kondisi rupiah saat ini yang masih belum stabil.

Menurut Tirta, seharusnya rasio aman antara aset dan utang yang dimiliki korporasi adalah 30%-40%. Rasio tersebut memperhitungkan utang jangka panjang dengan tenor lebih dari satu tahun. Kalau sudah lebih dari persentase tersebut maka utang swasta sudah tidak aman.

Tidak berhenti di situ saja. Utang swasta ini nanti akan jelas berpengaruh pada rupiah saat utangnya jatuh waktu. Tekanan bertambah besar apabila korporasi yang berutang ternyata tidak mempunyai penghasilan dalam bentuk valuta asing. "Mereka harus beli valas di pasar untuk bayar uang. Ini yang bisa menekan rupiah," ujar Tirta kepada KONTAN, Minggu (13/4).

Meskipun BI mengaku sudah mewaspadai utang swasta, otoritas moneter ini belum mempunyai instrumen tambahan untuk mengantisipasi. Tirta hanya bilang, pasar valas akan terus diperdalam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×