Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Anggota tim independen kasus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Kepolisian RI, Bambang Widodo Umar, mengungkapkan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) seharusnya tidak berhak mengusulkan atau mengajukan nama calon Kapolri kepada Presiden. Menurut dia, yang seharusnya memberikan usulan itu adalah Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti) yang ada di Kepolisian.
“Proses yang kemarin untuk Budi Gunawan itu keliru, Kompolnas mengusulkan (nama calon Kapolri). Padahal yang seharusnya memberikan usulan adalah polisi kepada presiden. Usulan itu kemudian mendapat pertimbangan dari Kompolnas,” ujar Bambang saat dihubungi Kamis (5/2).
Pengamat kepolisian dari Universitas Indonesia itu mengaku seleksi yang telah dilakukan terhadap Komisaris Jenderal Budi Gunawan telah menyalahi prosedur. Di dalam Undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI, Bambang menyebutkan Kompolnas hanya memberikan pertimbangan. Tidak ada satu pasal pun yang menyebutkan Kompolnas bisa mengajukan nama calon Kapolri.
“Kompolnas hanya bisa menilai apakah calon yang diseleksi Polri itu bagus atau tidak,” imbuh dia.
Selain secara proseduran telah salah, Bambang juga menilai Kompolnas tidak memiliki data lengkap dan fasilitas yang mampu untuk menelusuri jejak rekam para perwira tinggi Polri yag diajukan sebagai calon Kapolri. Lantaran minimnya akses itu, maka Bambang pun mengkhawatirkan aroma kepentingan akan lebih kuat terjadi di Kompolnas dalam mengajukan nama calon Kapolri dibandingkan pertimbangan obyektif atas pretasi dan kinerja di kepolisian.
Di sisi lain, Bambang mengatakan seleksi di Polri juga seharusnya dilakukan oleh Wanjakti yang dikepalai oleh Wakil Kepala Polri dan anggotanya yakni Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum), Kepala Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam), Kepala Bagian Intelijen, dan asisten Sumber Daya Manusia Polri.
“Wanjakti inilah yang memegang data lengkap para perwira tinggi Polri semenjak mereka lulus dari Sespati. Mereka juga punya data bahwa perwira ini dinas di mana saja, bagaimana prestasi dan kinerjanya, hingga catatan-catatan yang ada selama kedinasan,” imbuh dia.
Dari hasil penelusuran Wanjakti itu, kata Bambang, kemudian muncul beberapa calon yang akhirnya diserahkan kepada Presiden Jokowi. Di dalam proses wanjakti, lanjut dia, juga tidak hanya dilihat dari pangkat tetapi juga kriteria lain seperti pernah atau tidak memimpin Polda tipe A sehingga calon akan lebih mengerucut.
Bambang mengaku tim independen sudah memasukkan catatan ini dalam rekomendasi tahap kedua yang akan diberikan tim kepada Presiden Jokowi.
“Tim independen sangat menyoroti proses seleksi ini, perlu kembali kepada undang-undang. Kalau itu tidak dilaksanakan, nanti diduga ada permainan seperti kemarin, kenapa bisa muncul satu calon dari kompolnas, kemudian itu Budi Gunawan. Proses ini jangan sampai diulangi lagi,” kata Bambang. (Sabrina Asril)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News