Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyesalkan praktik tes keperawanan masih berlangsung di institusi kepolisian. Komnas Perempuan menilai tes keperawanan merupakan tindak serangan seksual yang merendahkan derajat manusia dan diskriminatif terhadap perempuan.
Oleh karena itu, Komnas Perempuan meminta Kapolri mengeluarkan kebijakan tertulis untuk memastikan tidak ada toleransi terhadap praktik tes keperawanan.
“Tes ini tidak memiliki kemanfaatan medis untuk menentukan kondisi kesehatan seseorang, melainkan lebih lekat pada prasangka mengenai moralitas perempuan dan dapat menimbulkan trauma bagi yang mengalaminya,” ujar Yuniyanti Chuzaifah, Ketua Komnas Perempuan dalam rilisnya, Jumat (21/11).
Menurutnya, tes serupa hampir tidak mungkin dilakukan terhadap laki-laki, baik dari anatomi tubuhnya maupun secara sosiologis. Jadi, lanjut Yuniyanti, jangan jadikan kondisi selaput dara pembeda antara “perempuan baik-baik” dan “perempuan nakal”.
Menurutnya stigma pemahaman bahwa ketidakutuhan selaput dara bukan saja akibat hubungan seksual. tigma ini semakin kuat terutama di kalangan yang kurang memiliki kepekaan dan empati kepada perempuan korban perkosaan dan eksploitasi seksual.
Komnas Perempuan berpendapat bahwa membiarkan praktik diskriminatif berupa tes keperawanan berarti mengingkari jaminan Konstitusi pada hak warga negara.
Seperti yang tertuang dalam pasal 28I ayat 2 untuk hak bebas dari diskriminasi dan Pasal 28G Ayat 1 tentang hak atas perlindungan diri, harkat dan martabat, dan Pasal 27 Ayat 1 tentang hak kesamaan di hadapan hukum dan pemerintahan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News