Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Komisi Hukum (III) Dewan Perwakilan Rakyat mengatakan bahwa Revisi Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih dalam wacana. Dengan begitu, seluruh isi yang ada dalam draft revisi UU tersebut masih berpeluang untuk berubah.
Wakil Ketua Komisi III Nasir Djamil menjelaskan, awalnya ada pasal-pasal yang sudah dibatalkan oleh MK. Misalnya pasal 53 sampai 62 Undang-Undang tentang Pengadilan Tipikor. "Itu kan harus dihapus, toh selama ini jadi pajangan saja di UU KPK. Jadi pajangan karena sudah dibatalkan," ucap Nasir di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (26/9).
Dikatakan Nasir, saat revisi pasal-pasal tersebut ada yang dibatalkan oleh MK, maka harus ada perubahan berupa penambahan. Penambahan itulah yang saat ini menimbulkan pro dan kontra di internal Komisi III. Sejauh ini, pasal yang menimbulkan pro-kontra adalah aturan mengenai penuntutan, pengawasan dan juga penyadapan.
Nasir menegaskan, revisi UU KPK ini masih sangat mentah. Sehingga, masih ada kemungkinan, aturan mengenai penuntutan masih menjadi kewenangan komisi anti rasuah. Ia menambahkan, soal penyadapan dan juga pengawasan, akan diatur dengan konsep yang lebih baik lagi.
PKS, lanjut Nasir, menyatakan persetujuannya dengan revisi UU KPK. Menurutnya, apa yang ada saat ini, tidak bisa dijadikan patokan mengenai finalnya revisi UU KPK. Sehingga, juga tidak bisa dijadikan ukuran pelemahan terhadap KPK, terlebih melumpuhkan kewenangan lembaga anti korupsi ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News