Reporter: Eka Saputra | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Anggota Komisi III DPR RI, Ahmad Yani, mempertanyakan putusan Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menganggap Chandra M Hamzah, salah seorang pimpinan KPK, tidak melanggar etika kendati mengaku bertemu dengan M. Nazarudin, mantan petinggi Partai Demokrat yang terjerat kasus suap wisma atlet.
“Pertemuan itu tidak dapat dibenarkan apa pun alasannya. Pertemuan Pimpinan KPK di rumah anggota DPR, malam hari, tanpa memberi tahu Pimpinan KPK lainnya, dalam konteks apa? Meski tidak ada bukti serah terima uang, tetap tidak ada alasan moral yang bisa membenarkan pertemuan itu,” tandasnya (6/10).
Yani mengatakan sedari awal memang tidak berharap banyak pada komite etik, sebab sudah ada kesan terlalu melindungi KPK. Ia mengatakan sudah pasrah dengan jajaran pimpinan KPK yang ada sekarang, yang masa jabatannya tinggal 70 hari lagi. Ia menunggu pemimpin baru yang sedang dalam tahap seleksi di Komisi III DPR RI.
Saat ini, politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), itu menilai KPK tidak jelas situasinya. Meski sudah dua periode kepemimpinan, KPK seperti tidak memiliki roadmap pemberantasan korupsi. Selain itu belum pernah ada audit terhadap penyelidikan yang dilakukan KPK. Imbasnya, penanganan kasus korupsi KPK dinilai serampangan dan tebang pilih.
Sementara itu, pakar hukum tata negara, Irman Putra Sidi, mengingatkan bahwa tidak boleh ada berhala dalam politik. “Bahkan raja saja kan bukannya tidak mungkin salah, tapi juga jangan terlalu berlebihan menyikapi kritik pembubaran KPK,” katanya.
Dalam bahasa ketatanegaraan menurut Irman, istilah pembubaran, pembentukan, dan penggabungan adalah biasa. “Tapi kasus KPK ini hanya ada satu orang yang bisa langsung membubarkan KPK, yakni presiden lewat peraturan pemerintah. Itu pun dengan risiko dia mengalami impeachment,” terang Irman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News