Reporter: Eka Saputra | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW), Febridiyansyah, meminta Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menunjukkan keseriusannya dalam mendukung upaya pemberantasan korupsi.
“Kasus Century itu misalnya, DPR kan punya hak konstitusional, hak angket, hak menyatakan pendapat, hingga tingkatan Mahkamah Konstitusi. Tapi saya juga tidak tahu, DPR ini serius apa enggak,” katanya (6/10) di gedung DPR.
Kritikan keras yang dilontarkan anggota DPR RI, termasuk membubarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menurut Febridiyansyah merupakan sesuatu yang perlu disikapi secara hati-hati. Ia mengakui dalam upaya pemberantasan korupsi, KPK memang tidak bisa dibiarkan berjalan sendirian. “Tapi kalau kritik dibungkus untuk menyerang KPK saat teman-temannya diperiksa, ini juga harus dipertanyakan,” katanya.
Nasib keberlanjutan KPK memang sangat ditentukan juga Komisi III DPR RI yang akan memilih Pimpinan KPK. Untuk itu ia justru mempertanyakan kenapa sampai sekarang DPR belum juga menunjukkan tanda-tanda mulai membahas dan menetapkan kriteria Pimpinan KPK.
Tapi di sisi lain, ia pun membenarkan bahwa KPK harus meningkatkan peranannya dalam pengusutan kasus-kasus korupsi yang terhitung besar dan melibatkan penguasa. “Beberapa waktu lalu, ICW bersama Kementerian Kehutanan itu baru melaporkan korupsi pengelolaan hutan di Kalimantan.
Estimasi kerugian negara di sana mencapai Rp 9 triliun. Kemudian di sektor pertambangan itu, KPK bilang sudah bisa menyelamatkan Rp 5 triliun. Tapi masih besar lagi potensi kerugian negara di sana. KPK juga harus berani mengusut kasus-kasus pajak,” tambahnya.
Febri pun menilai hal krusial lain bagi KPK saat ini adalah pelaksanaan fungsi koordinasi dan supervisi dengan lembaga penegak hukum lainnya, Kepolisian RI dan Kejaksaan RI. “Masalahnya secara struktur dalam KPK belum ada unit khusus yang menangani supervisi dan koordinasi. Selain itu, perlu dipertimbangkan juga agar KPK memiliki penyidik independen dari non –kepolisian. Civil investigator ini sesuatu yang sudah diterapkan di Hongkong dan Singapura,” tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News