kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

KLHK: Terindikasi pertambangan ilegal, negara rugi lebih dari Rp 38 triliun per tahun


Selasa, 11 September 2018 / 15:27 WIB
KLHK: Terindikasi pertambangan ilegal, negara rugi lebih dari Rp 38 triliun per tahun
ILUSTRASI. PENERTIBAN TAMBANG EMAS ILEGAL


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertambangan ilegal atau Pertambangan Tanpa Izin (PETI) menjadi persoalan serius yang wajib diselesaikan. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut, ada 8.683 titik lokasi terbuka yang diduga sebagai PETI, dengan luas mencapai sekitar 500.000 hektare (ha).

Data itu dikemukakan oleh Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK, Karliansyah. Atas aktivitas PETI itu, ia menjelaskan, kerugian dalam bentuk penerimaan negara yang hilang untuk pertambangan emas dari aktivitas ilegal tersebut mencapai Rp 38 triliun per tahun. Sedangkan untuk non-emas sekitar Rp. 315 miliar setiap tahunnya.

“(Jumlah titik itu) hasil citra satelit kami dengan LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) pada tahun 2017. Data (kerugian penerimaan negara) itu atas dasar dari Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan” kata Karliansyah saat dikonfirmasi Kontan.co.id, Selasa (11/9).

Sebelumnya, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VII DPR RI pada Senin (10/9), Karliansyah mengungkapkan hasil verifikasi dari 352 lokasi berdasarkan jenis dan aktivitas tambang. Lokasinya tersebar di hampir seluruh provinsi, kecuali di DKI Jakarta.

Dengan jenis dan aktivitas tambang pasir dan batu (37%), emas (25%), Timah (8%), kuarsa (8%) batubara (5%), gamping (3%), dan lainnya. Dari 352 lokasi ini, 84% masih aktif dengan formalisasi (penertiban), sedangkan 16% lokasi sudah tidak aktif (pemulihan).

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Bambang Gatot Ariyono mengakui, penegakkan hukum dari aktivitas pertambangan ilegal ini belum optimal.

Menurut Bambang, karena banyak terjadi di daerah, Pemerintah Provinsi/Daerah (Pemda) semestinya menjadi pihak yang bisa lebih aktif dalam melakukan pencegahan dan penindakan.

“PETI itu yang tidak punya ijin pokok usaha pertambangan seperti IUP atau Kontrak Karya. Ada dua hal yang kami lihat, yang ada di dalam wilayah berizin dan di luar wilayah berizin,” ujar Bambang.

Bambang bilang, kerugian akibat PETI ini akan dirasakan langsung oleh daerah yang bersangkutan, khususnya menyangkut sejumlah isu strategis. Yakni dari aspek konservasi, lingkungan, keselamatan kerja dan aspek ekonomi.

Dari sisi ekonomi, misalnya, adanya penambangan ilegal ini jelas tidak memberikan royalti. Di samping itu, produktivitas dari wilayah tambang yang sudah berijin akan mengalami gangguan.

“Kalau hilang tambang ilegalnya, tambang berizin bisa berkeja penuh tanpa gangguan, artinya tidak ada yang hilang. Kalau ditambang terus jadi PNBP kan bagi hasil juga. 80% lari ke daerah. Kalau ditambang ilegal nggak bayar royalti, ya nggak dapat,” jelas Bambang.

Sementara itu, Dirjen Penegakkan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani mengklaim proses penegakkan hukum masih terus berjalan. Sampai saat ini, selama tahun 2018, ada 32 pengaduan dan pihaknya melakukan pengawasan terhadap 90 izin dan 19 perusahaan.Tujuh di antaranya telah dijatuhi sanksi administratif.

Namun, Komisi VII DPR RI tampaknya masih belum puas atas laporan tersebut. Bahkan, Komisi VII mewacanakan adanya Direktorat Jenderal khusus Penegakkan Hukum di lingkungan Kementerian ESDM dan Panitia Kerja (Panja) khusus yang menangani pertambangan ilegal dan pencemaran lingkungan.

Anggota Komisis VII DPR RI dari Fraksi Golkar, Maman Abdurrahman menyebutkan, pihaknya mendorong pemerintah untuk bersikap lebih tegas dan serius dalam antisipasi dan penindakan praktek pertambangan ilegal.

Hal ini, kata Maman, juga bertujuan untuk mendorong optimalisasi pendapatan negara di sektor pertambangan. “Semangatnya di situ, karena negara kita lagi defisit anggaran, jadi semua ruang harus kita optimalkan,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×