kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.514.000   11.000   0,73%
  • USD/IDR 15.511   28,00   0,18%
  • IDX 7.760   25,02   0,32%
  • KOMPAS100 1.205   3,50   0,29%
  • LQ45 961   2,42   0,25%
  • ISSI 234   1,13   0,48%
  • IDX30 494   1,12   0,23%
  • IDXHIDIV20 593   1,74   0,29%
  • IDX80 137   0,38   0,27%
  • IDXV30 142   -0,50   -0,35%
  • IDXQ30 164   0,08   0,05%

KKP: Komponen BBM bebani 60%-70% operasi nelayan


Jumat, 08 Agustus 2014 / 18:29 WIB
KKP: Komponen BBM bebani 60%-70% operasi nelayan
ILUSTRASI. Presiden Joko Widodo meninjau proyek Jalan Tol Kawasan Inti IKN,?Kalimantan Timur (22/2/2023).


Reporter: Handoyo | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Pemerintah telah menerbitkan kebijakan pengendalian BBM bersubsidi dengan pembatasan penjualan bahan bakar solar subsidi melalui Surat Edaran BPH MIGAS Nomor  937/07/Ka.BPH/2014 tanggal 24 Juli 2014 perihal Pengendalian Konsumsi BBM Tertentu Tahun 2014. 

Dalam surat edaran itu, pemerintah mengurangi 20% BBM jenis minyak solar di lembaga penyaluran nelayan (SPBB/SPBN/SPDN/APMS). Atas surat edaran itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meminta BPH MIGAS untuk konsisten terhadap pengurangan BBM subsidi untuk nelayan sebesar 4,17%, proporsional dengan penurunan nasional. 

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C. Sutardjo mengatakan, penetapan penurunan kuota secara nasional dari 48 juta KL menjadi 46 juta KL atau sebesar 4,17%, sedangkan alokasi kuota untuk nelayan turun sebesar 20%. 

Jika pengurangan 20% diterapkan akan menimbulkan keresahan, karena tidak ada kejelasan berapa batasan alokasi per kapal. Apalagi, BBM merupakan input produksi yang mempunyai peranan sangat penting bagi kelangsungan usaha penangkapan ikan. 

Berdasarkan hasil identifikasi dan supervisi di beberapa pusat kegiatan nelayan, ternyata komponen biaya BBM berkisar antara 60%–70% dari seluruh biaya operasi penangkapan ikan per tripnya. 

Sementara dari sisi pasar, harga jual ikan hasil tangkapan yang diorientasikan untuk pangsa pasar dalam negeri relatif tidak mengalami kenaikan. “Dampak kenaikan BBM yang relative cukup tinggi dirasakan sangat memberatkan nelayan. Apalagi kondisi atau musim penangkapan ikan yang masih sulit diprediksi mengakibatkan ketidakberdayaan nelayan untuk melaut,” ujar Sharif, dalam siaran persnya, Jumat (8/8).

Sharif menegaskan, kebijakan tersebut memang sangat mempengaruhi sektor kelautan dan perikanan. Hal ini tentu sangat berdampak terhadap kehidupan para nelayan. Pasokan di pasar ikan dan tempat pelelangan ikan akan menurun drastis karena kemampuan melaut para nelayan yang berkurang akibat harga solar yang tidak terjangkau. 

Dengan jumlah pasokan ikan yang menurun, menyebabkan para nelayan tidak bisa menaikkan harga ikan. Dengan demikian, biaya operasional akan melambung tinggi. Untuk itu, para pelaku usaha, khususnya pelaku usaha perikanan tangkap memerlukan bantuan dari berbagai pihak khususnya penyediaan BBM yang bersubsidi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Efficient Transportation Modeling (SCMETM) Penerapan Etika Dalam Penagihan Kredit Macet

[X]
×