kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Kinerja pajak 2014 berpotensi meloyo


Senin, 13 Januari 2014 / 08:57 WIB
Kinerja pajak 2014 berpotensi meloyo
ILUSTRASI. Promo Hotel Archipelago di Mister Aladin, Nikmati Diskon Hotel Higga Rp77.000


Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Kabar mengecewakan sepertinya akan kembali terdengar dari penerimaan pajak. Realisasi penerimaan pajak yang meleset dari target sepertinya akan kembali terulang pada tahun ini. Hal itu merupakan imbas pertumbuhan ekonomi yang belum juga membaik pada tahun 2014.

Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Rofiyanto Kurniawan, bilang, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan berada di kisaran 5,5%-5,8%. Pertumbuhan ini jauh di bawah pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 sebesar 6%. Target pertumbuhan ekonomi masih bisa terkoreksi mengingat nilai tukar rupiah masih melemah.

Menurut Rofiyanto, pertumbuhan ekonomi yang rendah, mau tidak mau berdampak signifikan pada kinerja pajak. Rendahnya pertumbuhan ekonomi berarti kegiatan ekspansi dunia usaha juga terhambat, sehingga kontribusi terhadap pajak ikut tertekan.

Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany pun mengakui target kantor pajak tahun ini akan sulit tercapai. Perekonomian global maupun Indonesia di 2014 belum tentu lebih baik dari tahun 2013.

Sektor konsumsi

Fuad menjelaskan, penerimaan pajak saat ini bergantung pada ekonomi dunia. Target pajak tahun ini adalah Rp 1.110,18 triliun, naik 24,28% dibandingkan penerimaan sementara tahun 2013. Pemerintah menetapkan target yang tinggi dengan asumsi ada perbaikan ekonomi global, terutama di negara tujuan ekspor terbesar seperti Amerika Serikat, Jepang, dan China.

Kondisi itu sebenarnya juga diberlakukan saat pemerintah menetapkan target pajak tahun 2013. Namun, akhirnya target pajak gagal tercapai. Pasalnya, ekonomi global mempengaruhi kinerja sejumlah sektor usaha yang menjadi penyumbang pajak terbesar. Ambil contoh, sektor pertambangan dan penggalian. Sektor ini pada 2013 kemarin hanya berhasil mencapai Rp 53,9 triliun atau turun 14,36% dibanding tahun 2012 yang sebesar Rp 63,05 triliun.

Menurut Fuad, kantor pajak masih punya potensi mengejar penerimaan pajak. Ada sektor penerimaan pajak yang tidak bergantung pada perekonomian dunia, yaitu sektor jasa perdagangan. Namun, "kemampuan kita di sektor ini tidak ada," ujar Fuad di Jakarta akhir pekan lalu. Sekadar catatan, penerimaan dari sektor perdagangan besar dan eceran per 31 Desember 2013 sebesar Rp 124,39 triliun.

Kemampuan yang tidak ada ini karena pegawai pajak yang minim. Sektor jasa perdagangan terdapat jutaan pelaku, sedangkan pegawai pajak hanya berjumlah 31.000 orang. "Administrasi pajak sulit menagihnya," tandas Fuad.

Kepala Ekonom Mandiri Destry Damayanti, berpendapat, masih ada cara menggenjot penerimaan pajak. Tahun ini, pendorong pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah harus mendorong penerimaan pajak di sektor itu, yakni dengan pajak pertambahan nilai (PPN).

Peneliti Perpajakan dari Danny Darussalam Tax Center Bawono Kristiaji berpendapat, DJP harus berfokus pada sektor yang belum tergali. Orang pribadi mesti menjadi fokus untuk ditingkatkan potensinya. Namun, cara ini hanya bisa terlaksana bila kantor pajak memiliki sumber daya manusia yang mumpuni. DJP harus menambah pegawai dan meningkatkan kapabilitasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×