kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45924,01   -11,51   -1.23%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kinerja ekonomi melambat, lampu merah bagi beban bunga utang Indonesia


Kamis, 22 Juli 2021 / 17:53 WIB
Kinerja ekonomi melambat, lampu merah bagi beban bunga utang Indonesia
ILUSTRASI. Petugas teller memperlihatkan pecahan 100 dollar US di salah satu bank di Jakarta, jumat (5/2). Kinerja ekonomi melambat, lampu merah bagi beban bunga utang Indonesia.


Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Lembaga pemeringkat Standard and Poor’s (S&P) mempertahankan peringkat utang atau sovereign credit rating Indonesia pada outlook negatif. 

Seperti yang kita ketahui, S&P pada 17 April 2020 mempertahankan peringkat utang Indonesia pada BBB dan merevisi outlook dari stabil menjadi negatif. Kemudian, pada 22 April 2021, S&P mempertahankan outlook negatif, dan kini lembaga tersebut tetap mempertahankannya.

Economist Asia-Pacific S&P Global Ratings Vishrut Rana menjelaskan, hal ini tak lepas dari peningkatan kasus Covid-19 yang menekan kinerja perekonomian. 

S&P sendiri memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini hanya sebesar 3,4%, atau lebih rendah dari prediksi sebelumnya yang sebesar 4,5%. 

Baca Juga: SBN ritel Indonesia masih akan menarik ke depannya

Kekhawatirannya, ini akan memberikan beban lebih terhadap performa fiskal pemerintah. Dengan diturunkannya outlook utang Indonesia ke level negatif ini, akan memberi tekanan tambahan pada beban bunga dan metrik utang Indonesia.

Inilah yang nantinya akan memberi beban lebih pada defisit fiskal. Bahkan, ia memprediksi defisit fiskal Indonesia bisa mencapai 6,0% PDB di tahun 2021, atau lebih lebar dari perkiraan pemerintah yang 5,7% PDB. 

“Defisit yang lebih tinggi tahun ini sebagian besar berasal dari kinerja pendapatan fiskal yang lebih lemah dari yang diharapkan,” ujar Vishrut seperti dikutip Kamis (22/7). 

Kemudian, meski Menteri Keuangan Sri Mulyani mengindikasikan bahwa pemerintah akan menekan defisit fiskal tahun 2022 menjadi di kisaran 4,8% PDB sehingga defisit di tahun 2023 bisa maksimal 3%, Vishrut melihat masih ada tantangan yang harus dihadapi untuk mencapai target tersebut. 

Lebih lanjut, kunci untuk memperbaiki kinerja fiskal ini sangat bergantung pada kecepatan pemulihan ekonomi dalam kurun waktu 2022 hingga 2024. 

Menurutnya, bila pemulihan ini tidak dioptimalkan, maka masih akan susah untuk menerapkan langkah-langkah kebijakan penambahan pendapatan negara yang sudah disusun oleh otoritas. 

Selanjutnya: Indonesia Turun Kelas, Beban Utang Bisa Turun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×