kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.938.000   14.000   0,73%
  • USD/IDR 16.300   -5,00   -0,03%
  • IDX 7.113   44,39   0,63%
  • KOMPAS100 1.038   7,95   0,77%
  • LQ45 802   5,08   0,64%
  • ISSI 229   1,99   0,87%
  • IDX30 417   1,49   0,36%
  • IDXHIDIV20 489   1,52   0,31%
  • IDX80 117   0,66   0,57%
  • IDXV30 119   -0,75   -0,63%
  • IDXQ30 135   0,08   0,06%

Ketahanan APBN 2025 Bakal Dipengaruhi Risiko Pembiayaan Utang


Selasa, 03 Juni 2025 / 21:31 WIB
Ketahanan APBN 2025 Bakal Dipengaruhi Risiko Pembiayaan Utang
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara dan Menkeu Sri Mulyani dan jajaran dalam paparan APBNKita Mei 2025 di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (23/5).  


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual menilai ketahanan APBN di 2025 akan dipengaruhi tekanan pembiayaan anggaran yang meningkat seiring dengan normalisasi belanja pasca efisiensi anggaran.

Hal ini seiring dengan 5 paket insentif fiskal yang akan diluncurkan pemerintah pada Juni–Juli 2025 dengan tujuan berdampak positif terhadap daya beli masyarakat meskipun nilainya tidak sebesar stimulus awal tahun.

Insentif ini dinilai krusial mengingat meningkatnya kebutuhan belanja masyarakat selama libur sekolah dan tahun ajaran baru.

"Pemberian insentif fiskal bisa membantu normalisasi realisasi belanja pemerintah yang hingga April 2025 masih terkontraksi 5,1% secara tahunan," ujar David kepada Kontan, Selasa (3/6).

Baca Juga: Awas, Kebijakan Trump Ancam Lonjakan Biaya Utang

Namun, ia mengingatkan bahwa kebijakan ini juga berisiko memperlebar defisit anggaran di pertengahan tahun.

Menurutnya, meskipun defisit anggaran berpotensi melebar, kemungkinannya masih tidak terlalu jauh dari target pemerintah sebesar 2,53% terhadap PDB. 

"Pelebaran defisit ini lebih disebabkan oleh lambatnya realisasi belanja negara sepanjang tahun, bukan karena lonjakan pengeluaran semata," jelas David.

Sementara itu, penerimaan negara masih menunjukkan tren negatif, dengan kontraksi sebesar 12,4% (YoY) per April 2025. Penurunan harga komoditas global menjadi salah satu penyebab utama tertahannya pemulihan penerimaan negara.

David juga menyoroti bahwa tekanan terhadap pembiayaan anggaran akan meningkat seiring dengan normalisasi belanja pasca efisiensi anggaran. 

Baca Juga: Negara Berkembang Bakal Dihadapkan Kesulitan Bayar Utang Berbasis Dollar AS

"Hal ini menambah tekanan untuk menambal kebutuhan dana melalui penarikan utang," katanya.

Namun demikian, ia mengingatkan agar strategi pembiayaan tidak sepenuhnya bergantung pada penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), mengingat tingginya jatuh tempo SBN pada periode Juni–Juli 2025 yang mencapai Rp 213,73 triliun, atau sekitar 2,33% dari total SBN yang beredar.

"Penarikan utang sebaiknya dilakukan secara terukur, agar tidak memperbesar tekanan pasar dan risiko refinancing di tengah ketidakpastian global," ungkap David

Selanjutnya: Dinamika Global Dorong Investasi Safe Haven, Impor Emas Melonjak 254%

Menarik Dibaca: 7 Ide Desain Furnitur Ruang Tamu yang Jenius untuk Rumah Minimalis Modern

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×