Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga acuan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Oktober 2022. Kali ini, BI mengerek BI 7-Days Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,75%.
Selain mengerek suku bunga acuan, BI juga menaikkan suku bunga deposit facility sebesar 50 bps menjadi 4% dan suku bunga lending facility sebesar 50 bps menjadi 4% dan suku bunga lending facility sebesar 50 bps menjadi 5,5%.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, adanya kebijakan BI yang menaikkan suku bunganya akan menjadi penghambat pemerintah dalam mengejar target investasi di tahun ini Rp 1.200 triliun. Pasalnya, tidak hanya Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) saja yang terganggu, Penanaman Modal Asing (PMA) juga ikut terdampak.
"Mungkin akan menjadi kendala ya, bukan hanya yang dalam negeri, yang luar negeri juga mungkin akan melihat kondisi juga," ujar Hariyadi kepada Kontan.co.id, Minggu (23/10).
Baca Juga: Rupiah Anjlok, Dana Asing di Pasar SBN Terus Berkurang
Hanya saja, Hariyadi menyebut, investasi yang bukan prioritas membuat investor akan cenderung wait and see. Hal ini dikarenakan adanya ketidakpastian global yang masih tidak menentu, seperti rupiah yang terus melemah, suku bunga acuan yang naik, ekspor yang turun, hingga kondisi geopolitik yang belum diketahui kapan akan usai.
Sementara investasi yang menjadi priotitas tetap akan berjalan dikarenakan untuk mendukung dari lini produksinya.
"Jadi untuk yang memang tidak dalam urutan yang harus urgent dilakukan investasi, ya mereka akan menunggu," katanya.
Senada dengan Hariyadi, Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani mengatakan, kenaikan suku bunga acuan akan memberi sentimen negatif terhadap investasi. Hal ini lantaran investor akan cenderung wait and see terhadap kondisi ekonomi.
Pasalnya, kenaikan suku bunga acuan ini akan memberi multiplier effect terhadap penurunan daya beli masyarakat dan perlambatan ekonomi.
Baca Juga: Imbal Hasil Dana Pensiun Lembaga Keuangan Masih Tertekan
"Kenaikan suku bunga acuan selama tiga bulan berturut-turut ini merupakan kebijakan moneter yang cukup membuat berat dunia usaha," ujar Ajib kepada Kontan.co.id, Minggu (23/10).
Dirinya melihat, kebijakan fiskal yang menaikkan tarif PPN dari 10% menjadi 11% dan kebijakan moneter yang yang dalam tiga bulan berturut-turut menaikkan suku bunga acuan, maka hal tersebut akan memperberat sektor properti lantaran akan menaikkan harga dan kredit sektor tersebut.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Eddy Misero menyebut, kenaikan suku bunga BI akan mempengaruhi seluruh lini kegiatan ekonomi. Hanya saja, dirinya menilai langkah yang dilakukan BI merupakan langkah yang tepat untuk meredam inflasi tinggi di banyak negara.
"Kalau kita tidak dinaikkan dampaknya akan lebih besar. Sehingga kondisi ini seyogyanya diterima walaupun pahit," kata Eddy kepada Kontan.co.id, Minggu (23/10).
Baca Juga: Rupiah Terus Melemah, Bagaimana Nasibnya hingga Akhir Tahun Nanti?
Untuk itu, dirinya berharap kepada seluruh masyarakat, tidak terkecuali investor agar dapat memahami kondisi tersebut sehingga tidak menjadi penghambat dalam melakukan investasi.
Menurutnya, apabila investasi di Indonesia terhenti, maka perekonomian Indonesia bisa mengalami stagnasi atau penurunan ekonomi.
"Jangan berhenti, ya nanti kalau berhenti ya namanya stag. Kita tidak boleh stag, kita harus berjalan dan menyesuaikan kondisi kekinian,"pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News