Reporter: Bidara Pink, Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
Ekonom Bank Permata Josua Pardede memandang BI semestinya tak perlu merespons kondisi ini dengan kebijakan moneter agresif seperti The Fed.
Kata dia, kebijakan ini kurang tepat lantaran berdampak terhadap perlambatan ekonomi yang signifikan. Kenaikan bunga yang tak terlalu agresif akan tetap menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang juga menjadi pertimbangan dari investor.
Bagi Josua, investor asing tidak semata-mata mempertimbangkan nominal spread suku bunga kebijakan maupun spread imbal hasil obligasi. "Investor mempertimbangkan real yield dan real policy rate atau seberapa efektif kenaikan suku bunga dapat mengendalikan inflasi," katanya.
Baca Juga: Gencar Tanamkan Investasi, Analis Rekomendasikan Akumulasi Beli Saham ASII
Analis Makroekonomi Bank Danamon Irman Faiz melihat, kenaikan bunga akan menggerek imbal hasil domestik. Tidak hanya untuk asing tetapi juga investor domestik. Ia melihat, kenaikan suku bunga juga diperlukan agar investasi di Indonesia di mata investor asing, tetap menarik.
Adapun Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia Teuku Riefky menilai, kenaikan suku bunga akan efektif menekan ekspektasi inflasi ke depan. Riefky memperkirakan kenaikan suku bunga berlanjut hingga akhir 2022.
Ia melihat, ada ruang bagi BI menaikkan suku bunga acuan hingga dua kali lagi. "Antara 25 bps-50 bps, tergantung perkembangan inflasi ke depan," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News