kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kemkeu: Rencana penggabungan produksi SPM dan SKM dihapus


Minggu, 14 Juli 2019 / 15:06 WIB
Kemkeu: Rencana penggabungan produksi SPM dan SKM dihapus


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 156/2018 tentang penggabungan batasan volume produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) menjadi 3 miliar batang telah dihapus.

Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu Nasruddin Djoko Surjono mengatakan saat ini tengah membahas lagi aturan yang tepat untuk penggabungan produksi SKM dan SPM. “BKF masih dalam proses meminta masukan tertulis dari pemangku kepentingan terkait,” kata Nasruddin kepada Kontan.co.id, Jumat (12/7).

Proses selanjutnya akan dilakukan kajian dan pembahasan dengan mengundang pemangku kepentingan terkait berbagai pertimbangan dalam kebijakan cukai hasil tembakau ke depan.

Baca Juga: Tak cuma rokok, kopi rupanya bisa sebabkan kanker paru dan payudara

Termasuk di dalamnya skenario apakah diperlukan simplifikasi tarif cukai dan kebijakan penggabungan jumlah produksi SPM dan SKM. Sebab jumlah penggabungan volume SKM dan SPM dalam PMK sebelumnya masih jadi pro-kontra.

Nasruddin menerangkan penyesuaian tarif cukai ditujukan terutama untuk menjalankan fungsi pengendalian sebagaimana amanah Pasal 2 Undang-Undang Cukai. Dia mengaku, selama ini pemerintah hampir setiap tahun menyesuaikan tarif cukai hasil tembakau dengan memperhatikan aspek tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Di sisi lain, industri rokok makin berkembang di tahun ini. Beberapa produk internasional merabpah pasar domestik. PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) menjadi distributor rokok elektrik merek Jull.

Baca Juga: Usai IPO, Indonesian Tobacco (ITIC) Geber Produksi dan Ekspansi

Nasruddin menegaskan cukai rokok elektrik termasuk produk Hasil Pengelolaan Tembakau Lainnya (HPTL) dikenakan tarif cukai dengan tarif ad valorem sebesar 57% dari harga jual eceran.

Sementara itu, cukai hasil tembakau lainnya dikenakan tarif secara spesifik dengan nilai nominal rupiah tertentu. “Sehingga tarif cukainya disesuaikan agar tidak tergerus oleh inflasi,” tutur Nasruddin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×