Sumber: Antara | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemkeu) Heru Pambudi mengatakan, kenaikan tarif cukai rokok sebesar rata-rata 11% pada 2016, telah mempertimbangkan berbagai aspek termasuk kesehatan dan kemampuan petani tembakau.
"Sudah mementingkan aspek kesehatan, dan juga terkait pabrikan dan petani (tembakau)," katanya di Jakarta, Senin (9/11).
Heru mengatakan, kenaikan tarif rata-rata 11% pada 2016 sudah merupakan keputusan yang terbaik, setelah beberapa kali menimbang beberapa angka perkiraan kenaikan tarif cukai hasil tembakau.
Ia menambahkan, kenaikan tarif cukai rokok terbesar pada sigaret putih mesin (SPM) sebesar 12,96%-16,47%. Sementara untuk sigaret kretek mesin (SKM) mengalami kenaikan 11,48%-15,66%, dan sigaret kretek tangan (SKT) sebesar 0%-12%.
Rincian keseluruhan dari kebijakan tarif hasil tembakau 2016, antara lain untuk SKM Golongan 1 tarifnya menjadi Rp 480 per batang, naik Rp 65 atau 15,66%, Golongan 2A tarifnya menjadi Rp 340 per batang, naik Rp 35 atau 11,48%, Golongan 2B tarifnya menjadi Rp 300 per batang, naik Rp 35 atau 13,21%.
Untuk SKT Golongan 1A tarifnya menjadi Rp 320 per batang, naik Rp 30 atau 10,34%, Golongan 1B tarifnya menjadi Rp 245 per batang, naik Rp 25 atau 11,36%, Golongan 2A tarifnya menjadi Rp 155 per batang, naik Rp 15 atau 10,71%.
Untuk SKT Golongan 2B tarifnya menjadi Rp 140 per batang, naik Rp 15 atau 12%, Golongan 3A tarifnya menjadi Rp 90 per batang, naik Rp 5 atau 5,88% dan Golongan 3B, tarifnya menjadi Rp 80 per batang, naik Rp 0 atau 0%, tidak mengalami kenaikan.
Untuk SPM Golongan 1 tarifnya menjadi Rp 495 per batang, naik Rp 70 atau 16,47% , Golongan 2A tarifnya Rp 305 per batang, naik Rp 35 atau 12,96% dan Golongan 2B tarifnya menjadi Rp 255 per batang, naik Rp 35 atau 15,91%.
Secara keseluruhan, kenaikan tarif cukai hasil tembakau yang berlaku sejak 1 Januari 2016 itu akan mendukung target penerimaan cukai dalam APBN yang ditetapkan sebesar Rp 146,3 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News