kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kementerian ATR/BPN utamakan sanksi administratif dalam penertiban tata ruang


Kamis, 04 Maret 2021 / 16:26 WIB
Kementerian ATR/BPN utamakan sanksi administratif dalam penertiban tata ruang
ILUSTRASI. Kementerian ATR/BPN mengutamakan pemberian sanksi administratif dalam penertiban tata ruang.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyebut, pengenaan sanksi pada kasus pelanggaran penataan tata ruang tidak serta merta berfokus pada hukuman pribadi pada sang pelaku pelanggaran. Namun juga bagaimana kaitannya dengan penanggulangan dari dampak pelanggaran yang ada.

“Konsep ini dirasa adil karena tak hanya memberi efek jera, namun juga mengembalikan fungsi tata ruang tempat terjadi pelanggaran,” kata Hary Sudwijanto, Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Penanganan Sengketa Konflik Tanah dan Ruang, dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Kamis (4/3).

Hary memaparkan, bentuk-bentuk pelanggaran yang kerap terjadi dalam proses penataan tata ruang. Mulai dari pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan tata ruang, tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang, tidak sesuai dengan persyaratan izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang hingga upaya menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan sebagai milik umum.

“Dalam mengatasi berbagai bentuk pelanggaran, banyak bentuk sanksi yang dijalankan, mulai dari sanksi administrasi, sanksi perdata hingga sanksi pidana,” ucap dia.

Baca Juga: Kementerian ATR/BPN bantah UU Cipta Kerja dorong alih fungsi lahan sawah

Hary mengatakan, pihaknya berusaha mengedepankan sanksi administratif, seperti berupa peringatan tertulis, penghentian kegiatan, penutupan lokasi, pembatalan izin, pemulihan fungsi hingga ruang denda administratif untuk pelanggaran tata ruang.

“Beberapa kali, pimpinan kami berkata bahwa sanksi pidana adalah benar-benar upaya terakhir dalam memberikan sanksi pelanggaran, jika sanksi administratif masih dapat kami berikan,” ujar dia.

Hal ini bukan tanpa alasan. Menurut Hary, justru tujuan hukum adalah memberikan manfaat, ada suatu kepastian, ada rasa hak keadilan dalam penerapannya. Tak hanya menghindari over criminalizing, namun juga ingin mengutamakan keadaan agar kembali sesuai fungsi semula. Dalam konteks sanksi pelanggaran tata ruang, pendekatan sanksi administratif ini ingin membuat bagaimana pelaku pelanggaran tata ruang merasa jera namun tetap bisa menanggulangi kerugian yang sudah diperbuat.

“Jika pelaku tidak jera, masyarakat atau korban tetap merasakan kerugian, lingkungan dan keadaan sekitar juga tidak berubah, tentu hukum itu tidak akan memberikan manfaat apapun,” ungkap dia.

Lebih lanjut, Hary mengatakan, dalam penegakan penataan ruang, terdapat tim penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) untuk penataan ruang yang tersebar seluruh Indonesia. Kerja PPNS penataan ruang sendiri mempunyai mekanisme mulai dari pengaturan pengendalian pemanfaatan ruang, pengawasan dan pembinaan terkait dengan perilaku masyarakat di sekitar.

Dalam jalannya penataan tata ruang, selain penegakan sanksi untuk pelanggaran tata ruang, Hary juga meminta agar pihak PPNS penataan ruang untuk senantiasa pro aktif untuk melakukan pencegahan dan lebih banyak berkolaborasi dengan pemangku kepentingan terkait seperti Lembaga Swadaya Masyarakat setempat, Kepolisian maupun pihak lain.

“Kami selaku PPNS Penataan Ruang senantiasa mengoptimalkan kerjasama dengan lembaga lain. Semakin banyak kolaborasi, semakin banyak pelanggaran yang kita ketahui sejak awal agar bisa melakukan pencegahan awal sebelum dampak buruk terjadi,” tutur Hary.

Selanjutnya: Hingga Februari, Kementerian ATR/BPN tertibkan 1.200 pelanggaran pemanfaatan ruang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×