kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.129   71,00   0,44%
  • IDX 7.065   80,82   1,16%
  • KOMPAS100 1.056   15,21   1,46%
  • LQ45 830   12,54   1,53%
  • ISSI 214   2,04   0,96%
  • IDX30 423   6,62   1,59%
  • IDXHIDIV20 510   7,64   1,52%
  • IDX80 120   1,68   1,42%
  • IDXV30 125   0,50   0,40%
  • IDXQ30 141   1,98   1,43%

Kementerian Agraria susun mekanisme penguncian lahan untuk sawah abadi 7,1 juta ha


Senin, 05 November 2018 / 14:09 WIB
Kementerian Agraria susun mekanisme penguncian lahan untuk sawah abadi 7,1 juta ha
ILUSTRASI. Petani mempersiapkan lahan untuk menanam padi


Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional tengah menyusun rancangan Peraturan Presiden yang mengatur lahan sawah abadi. Draft Perpres tersebut bakal mengunci hingga 7,1 juta hektare lahan baku sawah dari konversi lahan non pertanian dan disertai skema insentif dan hukuman untuk meningkatkan kepatuhan pemilik tanah.

Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah Kementerian ATR/BPN Budi Situmorang menyampaikan draft Perpes yang direncanakan terbit tahun ini akan menjawab permasalahan alih fungsi lahan sawah menjadi perumahan yang terus terjadi.

"Kami ingin pertahankan 7,1 juta ha itu jadi lahan baku agar tidak menyusut lagi, karena kita tahu sawah sudah banyak berubah menjadi pemukiman dan perumahan," katanya, Jumat (2/11).

Referensi 7,1 juta ha tersebut paling luas terdata di area Jawa Timur seluas 1,29 juta ha, diikuti oleh area Jawa Tengah seluas 980.618 ha dan Jawa Barat seluas 930.334 ha.

Menurut Budi, draft Perpres ini akan diutamakan pada delapan provinsi penghasil beras, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Sumatra Barat, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Kementerian ATR/BPN saat ini sudah melakukan verifikasi hingga 70% dari keseluruhan total lahan baku tersebut.

Adapun lahan sawah baku di Sulawesi juga ditargetkan untuk ditetapkan namun kemungkinan baru tahun depan.

Budi menyampaikan, dalam mendata lahan tersebut, Kementerian ATR/BPN menemui area-area sawah yang izin kepemilikannya sudah diberikan pada pengembang. Kondisinya, fisik lahan tersebut masih berupa sawah produktiv, namun izin untuk diubah menjadi non-pertanian telah ada.

Dengan demikian, pihaknya mengajukan solusi untuk meminta pemerintah daerah mengkaji lagi pengembangan tata ruang daerahnya. Artinya pengembang properti harus menyertakan rencana untuk mengganti lahan sawah tersebut dengan setara dan disertakan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Apalagi hal ini sebenarnya sudah diatur dalam Undang Undang 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

"Di UU sudah dikatakan harus tukar dengan produktivitas yang sama, tapi kalau dari draft Perpres ATR, bisa kasih sanksi denda, hentikan dan bongkar," katanya.

Kemudian untuk meningkatkan kepatuhan tersebut, Budi menyampaikan skema insentif kepada masyarakat untuk mencegah alih fungsi tersebut. Insentif tersebut di tahap awal direncanakan berupa bantuan subsidi pertanian seperti subsidi pupuk, ataupun insentif berupa fiskal dan non-fiskal.

"Tidak ada lagi RTRW tanpa sawah, yang tidak ikut akan dapat sanksi, kalau Pemda belum tetapkan atau tidak bisa tetapkan pelepasan sawah, maka harus berhadapan dengan menteri," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×