Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pengamat Pertanian Center of Reform on Economics (Core), Eliza Mardian mengatakan, permintaan kenaikan anggaran Kementerian Pertanian (Kementan) sebesar Rp 44,64 triliun pada 2026 menimbulkan pertanyaan ihwak efektivitas dan efisiensi penggunaan dana dan kapasitas absorpsi Kementan.
Eliza menjelaskan bahwa sejak dulu anggaran Kementan mayoritas untuk ketahanan pangan, namun belum ada hasil yang signifikan seperti peningkatan indeks produksi ataupun produkstivitas.
“Jadi memang perlu ditata ulang belanja kementeriannya, jangan kebanyakan kasih bantuan benih, bibit, alat dan mesin pertanian (alsintan), pompanisasi yang ini pun tidak semua petani kebagian,” jelasnya kepada KONTAN, Selasa (8/7).
Baca Juga: Optik Tunggal Perluas Jangkauan ke Sektor Teknologi: Inovasi Layanan Berbasis Digital
Eliza mengungkapkan, biasanya penyuluh pertanian kerap menggilir bantuan pemerintah untuk petani karena anggaran terbatas. Oleh karena itu, lebih baik belanja Kementan digunakan untuk hal fundamental yang tidak bisa dibiayai swadaya oleh petani.
Misalnya, kata dia, dukungan anggaran untuk membangun infrastuktur perlu ditambah, sebab persoalan utama rendahnya produksi dan produktivitas karena semakin banyak sistem irigasi yang rusak akibat pembangunan serta kurang perawatan.
“Pemerintah karena anggaran untuk irigasi sedikit akhirnya menempuh dengan pompanisasi untuk bisa menunjang ketersediaan petani, ini kan ga efisien. Semestinya pemerintah difokuskan belanjanya ke infrastruktur irigasi,” ungkapnya.
Selain itu, lanjut Eliza, perlu memperbanyak riset benih-benih dengan produktivitas tinggi, tahan hama penyakit dan tahan perubahan iklim sebab menjadi kunci keberhasilan produktivitas tinggi.
Eliza menuturkan, pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa sektor pertanian di Indonesia kerap mengahadapi masalah tata kelola, seperti korupsi, inefisiensi distribusi subsidi dan bantuan, serta kurangnya koordinasi antar kementerian.
“Tanpa reformasi struktural dalam pengelolaan anggaran, risiko penyalahgunaan atau inefektivitas program tetap tinggi. Selain itu, alokasi anggaran yang besar harus disertai dengan perencanaan yang jelas, target yang terukur, dan mekanisme evaluasi yang transparan untuk memastikan dampak nyata terhadap ketahanan pangan,” tuturnya.
Lebih lanjut, Eliza menegaskan, kenaikan anggaran sebesar Rp 30,89 triliun tersebut perlu dipertimbangkan dalam kerangka APBN 2026. Dengan defisit fiskal yang masih menjadi perhatian, peningkatan anggaran Kementan dapat mengurangi ruang fiskal untuk sektor lainnya.
“Jadi memang harus betul betul programnya yang berdampak nyata kepada petani, menyelesaikan akar persoalannya. Bukan hanya sebatas bantuan benih, bibit dan alsintan,” tandasnya.
Baca Juga: Daftar Kuota Formasi IPDN 2025 untuk 38 Provinsi, Jatim Paling Banyak
Selanjutnya: Kurs Rupiah Menguat ke Rp 16.206 Per Dolar AS, Selasa (8/7)
Menarik Dibaca: Di Tengah Ketidakpastian Global, Apakah Masih Relevankah Investasi Jangka Panjang?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News