Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Suminto menegaskan, pemerintah melakukan utang bukan berarti pemerintah hobi berhutang.
Menurutnya pemerintah harus berhutang adalah bagian dari hal yang sudah disepakati saat proses menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bersama Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, yakni untuk menutup defisit APBN.
“Kami menyampaikan bahwa ketika pemerintah berhutang bukan karena pemerintah suka berhutang. Kalau kita melihat APBN, sebenarnya pemerintah harus berhutang karena itu bagian dari kebijakan APBN kita. Sehingga pemerintah melalukan utang adalah untuk menutup defisit yang sudah didiskusikan dengan DPR,” tutur Suminto saat melakukan rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Selasa (7/2).
Baca Juga: Ekonom INDEF Imbau Pemerintah Lakukan Ini Agar Akselerasi Pertumbuhan RI Tak Berhenti
Untuk diketahui, total utang pemerintah hingga Desember 2022 sudah mencapai Rp 7.733,9 triliun, dan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 39,57%. Dari total utang tersebut, dalam bentuk valas porsinya sebesar 29% sedangkan mayoritas dalam bentuk utang rupiah 71%.
Suminto mengatakan, mengenai kemampuan pemerintah dalam menbayar utang, akan selalu menggunakan standar yang lazim digunakan.
“Misalnya rasio utang terhadap PDB,” jelasnya.
Suminto menyatakan bahwa kondisi utang pemerintah saat ini masih dalam kategori yang aman.
Hal yang sama juga disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani beberapa waktu lalu. Menurutnya posisi utang Indonesia masih dalam batas aman lantaran pemerintah mengelola utang secara hati-hati agar posisi utang masih dalam batas yang aman.
Baca Juga: Pemerintah Akan Tarik Utang Rp 696,4 Triliun pada 2023, Porsi Penerbitan SBN 95%
Oleh karena itu, dirinya meminta masyarakat untuk tidak menganggap bahwa kondisi utang bisa dikatakan sehat apabila tidak mempunyai utang. Pasalnya, tidak hanya Indonesia, semua negara juga memiliki utang.
“(Rasio utang) 39% itu sehat. Dianggapnya sehat itu enggak ada utang. Enggak ada, semua negara punya utang," ujar Sri Mulyani dalam acara Kuliah Umum Media Indonesia, Jumat (3/2).
Sri Mulyani mengakui, memang utang pemerintah mengalami peningkatan ketika terjadinya pandemi Covid-19 dan juga adanya pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Namun, ketika pemulihan ekonomi berjalan serta adanya berkah boom komoditas, maka pemerintah akan melalukan berbagai langkah optimalisasi agar defisit dan utang bisa diturunkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News