Reporter: Dani Prasetya | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Kementerian Perdagangan meminta aturan impor sapi diperketat hingga level produk. Pasalnya, pola impor sapi berbasis negara (country based) yang selama ini dianut Indonesia malah menjadi celah memasukkan produk makanan jadi berbahan dasar sapi asal negara yang masuk daftar larangan impor Indonesia.
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Deddy Saleh mengutarakan, aturan pelarangan impor sapi dari negara yang daerahnya terjangkit penyakit hewan ternyata malah dimanfaatkan negara lain seperti Malaysia untuk memasok produk-produk berbahan dasar sapi seperti kornet dan sosis ke Indonesia.
Padahal, Indonesia yang menganut sistem impor country based yang mencantumkan India sebagai negara terlarang untuk memasok sapi. Sayangnya, larangan itu tidak berlaku untuk daging. Meski Indonesia tidak mengimpor, ternyata negara tetangga mengimpor daging sapi secara besar-besaran dari India. Apalagi, daging sapi asal India harganya di bawah harga pasar.
Alhasil, Malaysia pun mendapat bahan dasar berharga murah. Setelah diolah menjadi berbagai macam produk, Malaysia kemudian mengirimkan barang-barang yang di jual mahal ke Indonesia. "Padahal itu bahan dasarnya dari India, murah dan sebenarnya sapinya dilarang kita impor," tuturnya, Jumat (19/8).
Larangan itu diatur pada Undang-undang No18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan hanya memungkinkan Indonesia hanya mengimpor sapi bakalan dari negara yang terbebas dari penyakit hewan.
India merupakan negara yang salah satu daerahnya terjangkit penyakit hewan. Oleh karena itu, secara regulasi pun, Indonesia tidak diperkenankan mengimpor hewan apa pun dari negara itu sebagai cara untuk memproteksi kemungkinan impor sapi yang mengidap penyakit menular."Harusnya ada aturan yang atur tidak boleh impor produk jadi dan bahan baku dari negara yang terjangkit penyakit hewan," ucapnya.
Selain itu, lanjut Deddy, negara pengimpor produk makanan berbahan dasar hewan yang negaranya masuk daftar larangan Indonesia seharusnya mengajukan izin pada kementerian teknis negara tujuan. "Jadi kalau Malaysia mau kirim produk ke Indonesia harus dapat izin dari kementerian teknis. Kalau tidak dapat izin, mereka tidak boleh ekspor ke sini," tuturnya.
Komisi VI DPR memang memiliki rencana untuk memperluas larangan importasi ternak hingga level produk apabila negara asal ternak terjangkit penyakit membahayakan. Hal tersebut dilakukan melalui revisi Undang-undang No18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
"Selama ini kalau ada penyakit berbahaya, larangan hanya untuk ternaknya saja. Produknya, daging beku masih bisa masuk. Nanti kita ingin perluas larangan itu hingga level produk," tutur Ketua Komisi IV DPR Romahurmuzy.
Dengan adanya perluasan larangan importasi hingga level produk itu, apabila negara pengekspor atau pengimpor ternak memutuskan penghentian secara sepihak maka eksportir pun dilarang melakukan pengiriman produk ternak tersebut.
Misalnya, ketika Australia menghentikan ekspor sapi bakalan beberapa waktu, daging beku masih diizinkan masuk ke Indonesia. Nantinya, dengan revisi undang-undang itu maka ketika impor sapi bakalan dihentikan maka larangan masuk itu berlaku pula untuk daging beku.
Perluasan level larangan itu untuk mengantisipasi negara pengekspor sapi bakalan yang bersiasat agar dapat memasukkan daging beku. Dia mengkhawatirkan, adanya potensi penghentian ekspor sapi bakalan yang malah beralih menjadi ekspor daging beku. "Jadi ketika ada penghentian ternak hidup, produknya tidak akan dapat masuk," jelasnya.
Namun, ternyata Komisi IV DPR berniat mengubah pola impor country based yang selama ini berlaku menjadi pola impor berbasis zona (zona base). Sehingga ketika suatu daerah pada suatu negara mendapat wabah penyakit hewan, Indonesia masih dapat mengimpor hewan dari daerah lain pada negara itu asalkan bebas dari penyakit hewan. "Supaya kita tidak tergantung pada negara tertentu saja untuk impor hewan," tambahnya.
Namun, rencana pengubahan sistem impor itu dianggap melanggar pasal 44 ayat (3), pasal 59 ayat (2) dan (4), serta pasal 68 ayat (4) UU No 18 Tahun 2009 lantaran mengesampingkan aspek keamanan konsumsi daging impor. Berbagai asosiasi dokter hewan sempat memprotes rencana pengubahan sistem impor dari country based menjadi zona based itu karena dianggap melalaikan risiko penyakit hewan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News