kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Keluarga TKI yang dihukum mati mengadu ke DPR


Rabu, 24 Oktober 2012 / 15:18 WIB
ILUSTRASI. Personel keamanan AS berjaga saat upacara penyerahan pesawat A-29 Super Tucano dari AS kepada pasukan Afghanistan, di Kabul, Afganistan 17 Sep 2020.


Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Edy Can


JAKARTA. Keluarga Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang dihukum gantung di Malaysia mengadu ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Mereka adalalah Bong Jit Min (55) dan Apriadi (18) yang didampingi anggota Komisi XI DPR Lim Swi Kiang.

Bong tidak fasih berbahasa Indonesia. Ia pun meminta bantuan Lim untuk menerjemahkan keinginannya. "Saya mengharapkan DPR bisa berperan agar anak saya diselamatkan dari hukuman gantung," kata Bong, Rabu (24/10).

Putra Bong yakni Frans Hiu (22) dan Dharry Frully Hiu (20) divonis hukuman gantung sampai mati oleh Mahkamah Tinggi Syah Alam, Selangor atas tuduhan pembunuhan terhadap Kharti Raja (WN Malaysia beretnis India) pada 3 Desember 2010 silam.

Bong mengatakan kedua anaknya masih ditahan oleh Kepolisian Diraja Malaysia. Bong sendiri mengaku tidak mengetahui saat proses hukum terhadap kedua putranya itu berlangsung. Terlebih lagi, Bong mengatakan, kedua anaknya itu hanya bekerja sebagai penjaga playstasion. Sedangkan Bong, hanya berjualan barang kelontong di Pontianak, Kalimantan Barat.

Ketika kasus ini mencuat di media, pihak KBRI di Malaysia akhirnya turun tangan membantu proses hukum keduanya. "Kami ingin DPR mendesak presiden agar berkirim surat kepada raja Malaysia untuk pengampunan anak saya," kata Bong yang berpakaian kemeja bergaris putih.

Kronologis kejadian kedua WNI yang dihukum mati tersebut bermula ketika Frans dan Dharry, keduanya saudara kandung yang berasal dari Jalan Selat Sumba, Gang Mentuke RW 13/RT 02, Kelurahan Siantan Tengah, Pontianak Utara, Kalimantan Barat bekerja di Malaysia. Kakak-adik ini bekerja sebagai penjaga playstation di Malaysia.

Pada 3 Desember 2010, Frans dan Dharry serta satu orang lagi rekan kerja mereka yang merupakan WN Malaysia sedang tertidur dirumahnya di Jalan 4 Nomor 34, Taman Sri Sungai Pelek, Sepang, Selangor, Malaysia. Pada malam itu, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh datangnya seorang pencuri yang berpostur tinngi besar masuk ke rumah mereka melalui atap bernama Khati Raja. Seketika respon mereka bertiga langsung kaget dan berusaha lari berhamburan.

Pada saat itu, Dharry melarikan lewat pintu bawah dan salah seorang rekan kerja mereka WN Malaysia langsung lompat dari lantai 2 hingga patah kaki. Melihat kepanikan tersebut, sontak Frans berbalik arah dan mencoba menangkap Khati (pencuri) dan terjadi perkelahian.

Namun, Khati yang berbadan besar tersebut telihat sudah mabuk seperti habis mengkomsumsi narkoba. Sontak saja Frans dengan mudah memegang kedua tangan Khati lalu hendak membawa keluar rumah.

Ketika ingin digiring keluar rumah, pencuri tersebut pingsan, tak lama kemudian kepolisian Malaysia datang dan melakukan penggeledahan terhadap pencuri tersebut ditemukan narkoba disaku celana Khati. Lalu kepolisian Malaysia melakukan visum forensik, dan pencuri dinyatakan meninggal akibat overdosis.

Namun akhirnya, Frans dan Darry beserta salah seorang temannya WN Malaysia ditahan. Pada bulan Juli 2012, mereka dinyatakan bebas karena tidak terbukti membunuh. Namun keluarga Kharti Raja, pencuri yang meninggal tersebut tidak terima dan menyatakan banding.

Dalam bandingnya yang diajukan hanya dua nama saja yaitu Frans dan Darry. Sementara teman sekerja mereka WN Malaysia tidak disertakan. Pada Kamis (18/10) pekan lalu, dua kakak beradik Frans dan Dharry divonis mati oleh Mahkamah Tinggi Shah Alam, Selangor yang dipimpin oleh Hakim tunggal Nur Cahaya Rashad yang mengabulkan dakwaan Jaksa yang menjerat keduanya dengan pasal 302 UU Pidana Malaysia dengan hukuman maksimal gantung sampai mati.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×