Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk kaya dan miskin di Indonesia turun pada September 2016. Hal itu tecermin dari penurunan gini ratio September 2016 sebesar 0,003 poin menjadi 0,394 dibanding Maret 2016 atau turun 0,008 dibandingkan September 2015.
Penurunan tipis gini ratio disebabkan kenaikan lebih cepat pengeluaran per kapita pada 40% masyarakat terbawah dan menengah. Pengeluaran mereka naik lebih cepat dibandingkan pengeluaran per kapita pada 20% masyarakat teratas Indonesia.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada September 2016, pengeluaran per kapita 40% masyarakat terbawah naik 4,56% year on year (yoy) dan pengeluaran per kapita 40% masyarakat menengah naik 11,69% (yoy). Sementara pengeluaran per kapita 20% masyarakat teratas hanya naik 3,83% (yoy).
BPS juga melaporkan provinsi dengan ketimpangan tertinggi ada di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebesar 0,425, disusul Gorontalo (0,41) dan Jawa Timur (0,402). Sedangkan ketimpangan terendah ada Provinsi Bangka Belitung (0,288), yang diikuti Kalimantan Utara (0,305) dan Maluku Utara (0,309).
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Sairi Hasbullah bilang, lebih rendahnya kenaikan pengeluaran masyarakat atas dipengaruhi sejumlah faktor. Salah satunya situasi perdagangan global yang belum sepenuhnya membaik. Kinerja ekspor Indonesia juga masih terbatas.
Hal itu menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia belum pulih dan masih di kisaran 5% hingga kuartal ketiga. "Itu yang paling berdampak utama di level atas," kata Sairi, Rabu (1/2).
Sementara pengeluaran masyarakat kelas menengah dan bawah naik karena pendapatan mereka naik, Kepala BPS Suhariyanto bilang, hal itu sejalan dengan survei ekonomi nasional yang menunjukkan di kelas menengah, jumlah dan persentase penduduk bekerja meningkat. "Ada geliat UMKM. Survei angkatan bekerja nasional Agustus 2016, memang ada peningkatan jumlah pekerja yang berusaha sendiri 4,77%," tambahnya.
Kenaikan pengeluaran masyarakat menengah dan bawah juga dipengaruhi banyaknya pembangunan infrastruktur padat karya dan bantuan sosial kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan lainnya.
Sairi menambahkan, potensi pemulihan ekonomi pada tahun ini tidak serta merta memperbaiki tingkat pengeluaran masyarakat menengah bawah. Sebab, perbaikan ekonomi bisa jadi hanya meningkatkan pengeluaran masyarakat kelas atas, sehingga ketimpangan makin lebar. Pertumbuhan ekonomi biasanya dinikmati terlebih dahulu oleh masyarakat kelas atas.
Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi yang cepat dan mendadak berpotensi memperlebar kesenjangan. "Bisa saja dalam tempo tertentu terjadi pemulihan ekonomi, gini ratio tiba-tiba agak melebar," katanya. Untuk itu, perlu antisipasi dengan memperkuat ekonomi masyarakat kelas menengah dan bawah dengan pembangunan infrastruktur, pemberian fasilitas kredit, dan bantuan sosial.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News