Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Negara-negara yang tergabung dalam Chiang Mai Initiative Multilateralitation (CMIM) mulai melakukan pembicaraan, terkait masa depan komitmen kerjasama yang akan berakhir tahun ini. CMIM berisikan negara di Asia Tenggara ditambah negara Asia lainnya, Jepang, China dan Korea Selatan.
Pada tahun 2014 lalu, negara-negara tersebut sepakat membuat komitmen kerjasama terkait jaring pengaman keuangan regional dalam bentuk ketersediaan fasilitas likuiditas. Nilai fasilitas likuiditas yang disepakati saat itu sebesar US$ 240 miliar.
Ada dua fasilitas yang bisa diperoleh negara-negara anggota dalam kesepakatan ini. Pertama fasilitas resolusi krisis atau stability fasility (FS) dan fasilitas pencegahan krisis atau Precautionary Line (PL).
Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara, semua negara anggota memang mulai membahas mengenai keberlangsungan CMIM ini. "Kita sudah mulai membicarakan beberapa elemen-elemen yang ada di dalam kesepakatan," ujar Suahasil, Kamis (10/11) di Jakarta.
Salah satunya, isu mengenai kemampuan ASEAN Plus 3 Macro Economic Research Office (AMRO), sebagai lembaga pengawas atau surveillance keuangan yang dibentuk terkait CMIM ini.
AMRO ini juga lembaga yang akan mengeluarkan rekomendasi jika ada negara-negara yang terikat perjanjian membutuhkan bantuan. Menurut Suahasil, pekan lalu beberapa perwakilan AMRO sudah datang berkunjung ke Indonesia.
Salah satunya, untuk untuk menginformasikan perubahan pimpinan AMRO. Selain membicarakan mengenai AMRO, beberapa kali pertemuan yang sudah dilakukan juga membahas kemungkinan peningkatan nilai fasilitas likuiditas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News