Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Titis Nurdiana
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kejaksaan Agung akhirnya menetapkan tersangka atas kasus dugaan korupsi pengadaan dan sewa pesawat PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA). Adalah SA, Vice President Management Office GIAA dan AW yakni tim pengadaan pesawat ATR PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA).
Lewat jumpa pers hybrid yang diikuti Kontan, kemarin (24/2), Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menyebut saat ini tersangka SA dan AW ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
SA dan AW adalah bagian dari enam orang yang diperiksa dalam kasus tersebut dugaan korupsi pengadaan dan sewa pesawat GIAA.
Aparat gedung bundar Kejaksaan Agung juga telah menyita barang bukti berupa dokumen sebanyak 580 yang diklasterisasi berdasarkan jenis pengadaan pesawat, satu unit handphone, dan satu dus berisi dokumen persidangan perkara yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kata Burhanuddin, Kejaksaan Agung dan BPKP saat ini masih menghitung jumlah kerugian negara yang diestimasi cukup signifikan.
Kejaksaan Agung sebelumnya menaikkan kasus dugaan korupsi PT Garuda Indonesia dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan. Tahap pertama, fokus penyidikan adalah pengadaan pesawat ATR 72-600. Kejaksaan Agung juga akan mengusut pengadaan pesawat seperti Bombardier, Airbus, Boeing, sampai Rolls Royce.
Dalam mengusut perkara ini, Kejaksaan juga terus melakukan koordinasi dengan KPK. Apalagi, KPK sudah menyelesaikan kasus suap pengadaan dan perawatan pesawat dan mesin pesawat Garuda serta pencucian uang.
Baca Juga: Kejagung Tetapkan 2 Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Pesawat Garuda Indonesia
Kasus pengadaan pesawat yang kini naik status menjadi penyidikan Kejaksaan Agung adalah pengadaan pesawat Garuda dalam kurun waktu 2011-2021.
Saat itu, Garuda Indonesia melakukan pengadaan pesawat udara dari berbagai jenis tipe pesawat. Salah satunya Bombardier CRJ-100 dan ATR 72-600 yang dilakukan tahun 2011-2013.
Dari hasil penyelidikan, Kejaksaan Agung menemukan adanya penyimpangan pengadaan pesawat Garuda yang diduga merugikan negara. Kata Jaksa Agung, dugaan penyimpangan bahkan sudah nampak dari penyusunan business plan atau feasible study dalam rencana pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) serta pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600).
Baca Juga: Ada183 Kreditur Garuda (GIAA) Belum Rampungkan Praverifikasi, Tagihannya Rp 162 T
Business plan yang memuat analisis pasar, rencana jaringan penerbangan, analisis kebutuhan pesawat, proyeksi keuangan dan analisis resiko, kata Burhanuddin tidak disusun memadai berdasarkan prinsip pengadaan barang dan jasa yaitu efisien, efektif, kompetitif, transparan, adil dan wajar serta akuntabel.
“Rencana bisnis disusun sudah mengarah untuk memenangkan pihak penyedia barang atau jasa tertentu, yaitu Bombardier dan ATR,” ujar Burhanuddi.
Penyimpangan juga terjadi dalam proses pelelangan dalam pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) dan pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600).
Kata Burhanuddin, ada juga indikasi suap-menyuap dalam proses pengadaan pengadaan pesawat CRJ-1000 dan pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) dari perusahaan manufaktur.
Asal tahu saja, CRJ-1000 dibuat oleh Bombardier Inc, produsen pesawat dari Kanada, sedangkan ATR 72-600 bikinan pabrik Avions de transport regional (ATR), Perancis.
“Atas kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dalam proses itu, diduga telah menguntungkan pihak terkait dalam hal ini perusahaan Bombardier Inc Kanada dan perusahan Avions de Transport Regional (ATR) Perancis masing-masing selaku pihak penyedia barang dan jasa, serta perusahaan Alberta S.A.S. Perancis dan Nordic Aviation Capital (NAC) Irlandia selaku lessor atau pihak yang memberikan pembiayaan pengadaan pesawat tersebut," jelas Burhanuddin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News