kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Kejagung: Kasus sewa pesawat merpati rugikan negara US$ 1 juta


Kamis, 07 Juli 2011 / 22:40 WIB
ILUSTRASI. Yogya Supermarket 28 September 2020 memberi penawaran harga khusus untuk produk kebutuhan harian. Dok: Instagram Yogya Group.


Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Kejaksaan Agung mensinyalir adanya kerugian dalam proses penyewaan pesawat komersial MA-60 yang dilakukan untuk PT Merpati Nusantara Airlines. Kerugian tersebut, diindikasikan akibat tindak korupsi, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara hingga US$ 1 juta atau setara dengan Rp 9 miliar.

Keterangan ini diungkapkan oleh Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, M. Jasman Pandjaitan, kepada sejumlah media pada Kamis (7/7) di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung. Jasman menyebut bahwa tim penyelidik pada Jampidsus mengindikasikan kerugian yang mencapai US$ 1 juta itu, ditemukan dalam rentang waktu tahun 2007 hingga tahun 2011. "Kalau kerugian negara sudah jelas ada US$ 1 juta. Tapi untuk adanya tindak pidana atau belum, kami belum tahu. Karena harus mencari perbuatan melawan hukumnya," tutur Jasman kepada sejumlah media di kantornya.

Lebih lanjut Jasman menyebut bahwa sebelumnya PT Merpati Nusantara Airlines sepakat untuk melakukan penyewaan terhadap dua unit pesawat, yang merupakan langkah fit and proper test sebelum melakukan pembelian atas pesawat MA-60 tersebut. Pesawat tersebut berasal dari Amerika, dengan harga sewa sebesar US$ 500.000 per unitnya, sehingga total harga sewa kedua pesawat itu adalah sejumlah US$ 1 juta. Perusahaan penerbangan pelat merah tersebut kemudian membayar sewa kedua pesawat itu, dengan catatan, pihak Merpati harus sudah menerima pesawat tersebut pada tahun 2007.

Tapi ternyata, MA-60 itu belum juga diterima oleh Merpati bahkan hingga tahun 2011. "Dari laporan yang kami terima, sampai sekarang pesawat itu belum pernah dikirim. Uangnya sudah dibayarkan, tapi pesawat itu belum diperoleh," imbuhnya.

Proses penyelidikan penyewaan dan pengadaan pesawat ini, hingga kini masih berlanjut. Penyelidik pun masih melakukan penyidikan, terkait dengan pertanggungjawaban dan izin mengucurnya uang sejumlah US$ 1 juta. Tim penyelidik juga tengah berupaya agar uang sebesar US$ 1 juta itu, dapat dikembalikan kepada negara, mengingat itu merupakan uang negara. "Ini masih dalam tahap penyelidikan, mengenai ada atau tidaknya perbuatan melawan hukum. Kerugian negara sudah ada, sekarang bagaimana uang US$ 1 juta itu kembali," tandasnya.

Senada dengan Jasman, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Andhi Nirwanto menjelaskan bahwa hingga kini pihaknya masih terus melakukan upaya penyelidikan. Pihak Korps Adhyaksa masih menghimpun seluruh informasi yang menyangkut proses penyewaan maupun pengadaan pesawat yang mengalami kecelakaan di Kaimana, Papua tersebut. "Iya, semua informasi yang kita peroleh, kita tampung semua, supaya bahan penyelidikan lebih lengkap," ujarnya.

Selanjutnya Andhi menyebut bahwa pihaknya telah meminta keterangan dari Direksi Merpati, terkait dengan kasus ini. Namun Andhi enggan untuk merinci, siapa saja Direksi Merpati lainnya yang telah diperiksa. Andhi pun mengaku masih belum mendapatkan laporan, perihal perhitungan kerugian keuangan negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). "Belum ada laporan (dari BPKP), masih berlanjut," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×