kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.294.000   -9.000   -0,39%
  • USD/IDR 16.609   36,00   0,22%
  • IDX 8.232   -19,20   -0,23%
  • KOMPAS100 1.129   -2,06   -0,18%
  • LQ45 794   -6,48   -0,81%
  • ISSI 293   1,75   0,60%
  • IDX30 415   -3,66   -0,87%
  • IDXHIDIV20 467   -5,26   -1,11%
  • IDX80 124   -0,50   -0,40%
  • IDXV30 134   -0,30   -0,22%
  • IDXQ30 130   -1,34   -1,02%

Kebijakan pertanahan hambat dunia usaha


Rabu, 28 Oktober 2015 / 22:10 WIB
Kebijakan pertanahan hambat dunia usaha


Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Peringkat Indonesia dalam daftar negara paling mudah melakukan usaha atau ease of doing business (EODB) di dunia membaik.

Namun, posisi Indonesia masih berada jauh di bawah negara-negara di kawasan Asia Tenggara lain.

Berdasarkan laporan World Bank EODB 2016, Indonesia berada di posisi 109 sebagai negara paling ramah berbisnis dari 189 negara yang disurvei.

Posisi ini mengalami peningkatan dari peringkat 120 pada periode sebelumnya.

Informasi saja, survei ini dilakukan pada periode 2 Juni 2014 hingga 1 Juni 2015.

Jika dibandingkan dengan negara di kawasan, Indonesia masih jauh di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, Vietnam, bahkan Filipina.

Singapura masih kokoh ada di urutan pertama sebagai negara paling mudah melakukan usaha di dunia.

Sedangkan, Malaysia, Thailand, Brunei, Vietnam, dan Filipina masing-masing ada di posisi 18, 49, 84, 90, dan 103.

Indonesia hanya unggul dibanding Myanmar, Kamboja, dan Timor Leste.

Masing-masing negara tersebut ada di posisi 127, 167, dan 173.

Ada 10 kriteria yang mejadi indikator penilaian.

Diantara 10 indikator itu, masing-masing ada lima poin yang mengalami kenaikan dan penurunan.

Lima indikator yang menjadi pendongkrak kenaikan peringkat Indonesia adalah perizinan terkait pendirian bangunan.

Hal ini terkait meningkatnya kontrol atas kualitas bangunan.

Sebelumnya, Indonesia ada di posisi 153 di 2015, kemudian di 2016 naik ke posisi 107.

Kemudian, penyambungan listrik membaik 32 poin dari peringkat 78 ke posisi 46.

Indonesia dinilai memiliki kepastian mengenai pasokan dan transparansi tarif.

Kebijakan pembayaran pajak pun direspon positif dengan kenakan peringkat dari 160 ke 148.

Hal ini lantaran adanya kebjiakan pembayaran jaminan sosial (BPJS ketenagakerjaan) secara elektronik.

Sehingga, ini memangkas waktu pembayaran yang tadinya dilakukan 12 kali menjadi hanya satu kali pembayaran.

Berkurangnya jenis pembayaran juga dari 65 menjadi 54 jenis per tahun.

Besaran pengenaan pajak yang berkurang dari 31,4% dari laba menjadi 29,7% juga menjadi katalis positif bagi peringkat merah putih.

Selanjutnya, akses perkreditan juga membaik dari posisi 71 ke 70.

Hal ini imbas adanya sistem fidusia online yang salah satunya memungkinkan akses pencarian nama debitur.

Begitu pula dengan penegakan kontrak yang naik dua poin dari 172 ke 170.

Adapun, indikator yang mengalami kemerosotan adalah poin memulai usaha.

Awalnya, peringkat Indonesia dilihat dari kemudahan memulai usaha ada di posisi 155 di 2015.

Namun, di 2016 anjlok ke posiis 173.

Tamba Hutapea, Deputi Perencanaan Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengatakan, hal ini terkait dengan pertanahan.

Menurut dia, yang menjadi fokus World Bank pada penilaian di bidang pertanahan ini adalah transparansi proses dan prosedur.

"Sebelumnya, mereka hanya concern pada biaya, jumlah prosedur, sekarang dilihat juga transparansi dan administrasi," ujarnya, Rabu (28/10).

Transparansi yang dimaksud antara lain kemudahan investor untuk memperoleh informasi terkait kepemilikan dan status tanah.

Apakah tanah tersebut sedang dalam sengketa atau tidak.

Selain itu, perdagangan lintas negara juga merosot tajam dari posisi 62 ke peringkat 105.

Penurunan ini akibat adanya perubahan metode penilaian.

Sebelumnya, World Bank hanya mengukur dari jumlah dokumen yang diperlukan untuk melakukan ekspor impor.

Tetapi, di metode baru, Bank Dunia mengukurnya dari prosedur dan biaya ekspor impor.

"Kita (Indonesia) masih dinilai mahal untuk kegiatan ekspor impor," imbuh Tamba.

Indikator lain yang mengalami penurunan adalah pendaftaran properti, perlindungan terhdap investor minoritas, serta penyelesaian kepailitan.

Terkait penurunan ini, Tamba bilang, pihaknya akan mempelajari metode penilaian yang digunakan serta melakukan koordinasi dengan kementerian dan otoritas terkait untuk melakukan peninjauan dan perbakan.

Kendati demikian, ia optimistis, memburuknya posisi lima indikator tersebut tidak akan mengurangi minat investasi asing di Indonesia.

Terbaru adalah minat investasi dari Amerika Serikat di sektor ekonomi kreatif senilai US$ 40 juta.

Minat investasi ini di luar kesepakatan bisnis AS-Indonesia yang nilainya mencapai US$ 2,4 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×