kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,02   -8,28   -0.91%
  • EMAS1.318.000 0,61%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kebijakan moneter masuk periode status quo


Jumat, 02 Desember 2016 / 11:28 WIB
Kebijakan moneter masuk periode status quo


Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Desember menjadi periode krusial bagi pemangku kebijakan di bidang ekonomi di negara manapun, termasuk Indonesia. Baik Bank Indonesia (BI) maupun pemerintah saat ini lebih banyak menunggu sebelum mengambil keputusan. 

Khusus bagi Bank Indonesia (BI), periode Desember 2016 sepertinya akan menjadi waktu yang tidak mudah untuk memperkirakan arah kondisi ekonomi ke depan. Seperti kita ketahui, setiap kebijakan yang dikeluarkan otoritas moneter ini akan bersifat forward looking alias memandang cukup jauh ke depan.

Kondisi ini tidak lepas dari masih belum pastinya kondisi ekonomi setelah Donald Trump terpilih sebagai presiden Amerika Serikat (AS). "Kami masih menganalisis arah ekonomi AS pasca Trump terpilih," ujar Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara, Kamis (1/12).

Ada dua hal yang akan dilihat BI dari perkembangan di negeri paman sam itu. Pertama, kepastian mengenai rencana Trump sebagai Presiden yang akan ditunjukkan melalui pidato kenegaraan pertamanya nanti pada Januari, setelah melantik kabinet.

Kedua, BI menanti respon Bank Sentral AS, The Federal Reserve (Fed). Apakah The Fed jadi atau tak jadi menaikkan kembali suku bunga di Desember. Setelah itu, apakah di tahun 2017 nanti, The Fed akan menaikkan suku bunga lagi atau tidak.

Sebelumnya, BI meramalkan akan ada satu kali kenaikan Fed Fund Rate (FFR) di Desember 2016, dan dua kali di tahun 2017 nanti. Namun semuanya tergantung pada kebijakan Trump.

Mirza bilang, pihaknya baru bisa mengambil keputusan setelah ada arah yang lebih jelas, yaitu pada Januari. Dengan kondisi ini, BI tampaknya belum akan mengambil keputusan kebijakan apapun.  

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistyaningsih menilai, ketidakpastian ini bisa mengarahkan pembuat kebijakan untuk berada di status quo atau mengambil posisi untuk tidak mengubah kebijakan yang ada.

Meskipun begitu, menurut Lana, sebenarnya masih ada peluang bagi BI untuk menurunkan suku bunga sebesar 25 basis points pada Desember. Pertimbangannya adalah Trump diperkirakan tidak akan bertindak ekstrem.

Trump harus mempertimbangkan konsekuensi, bila rencana memangkas pajak korporasi dan meningkatkan anggaran belanja dilakukan, defisit negara AS itu akan melebar. Konsekuensinya, utang AS harus kembali naik.

Kondisi itu akan membuat The Fed harus menaikkan suku bunganya agar surat utang yang diterbitkan pemerintah AS naik. Sepertinya, AS belum siap menaikkan suku bunga dalam waktu dekat. Sebab, tingkat pengangguran masih tinggi, dan inflasi bertahan rendah. Jika dipaksakan, ini akan menimbulkan guncangan.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×