kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kebijakan fiskal 2022 dinilai belum mendukung pemulihan ekonomi hijau


Senin, 03 Mei 2021 / 22:51 WIB
Kebijakan fiskal 2022 dinilai belum mendukung pemulihan ekonomi hijau
ILUSTRASI. Hingga April, realisasi anggara pemulihan ekonomi capai Rp 155,6 triliun


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Arah kebijakan fiskal 2022 dalam pemulihan ekonomi nasional (PEN) belum mendukung ekonomi hijau dan penanganan krisis iklim. Hal ini terlihat dari paparan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam pembukaan Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat (Rakorbangnas) Tahun 2021 tanggal 30 April 2021 lalu.

Arah kebijakan fiskal tahun 2022 yang akan dimuat dalam dokumen KEM PPKF (Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal) fokus pada pemulihan ekonomi dan melaksanakan reformasi struktural untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa reformasi struktural diarahkan pada penguatan sumberdaya manusia dan transformasi ekonomi. Transformasi ekonomi dilakukan melalui pembangunan infrastruktur untuk mendukung mobilitas, konektivitas, dan produktivitas ekonomi. Transformasi ekonomi juga dilakukan melalui reformasi institusional untuk mewujudkan birokrasi yang profesional dan berintegritas.

Baca Juga: Sri Mulyani tegaskan stabilitas sistem kuangan di kuartal I 2021 normal

Merespon paparan tersebut, Sekjen FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran), yang juga Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil GENERASI HIJAU (Gerakan Ekonomi Hijau Masyarakat Indonesia), Misbah Hasan mengatakan bahwa pemerintah tidak bisa mengabaikan kebutuhan untuk pertumbuhan hijau dan berkelanjutan (green and sustainable growth).

“Jika pemerintah memaksakan mengejar pertumbuhan tanpa mempertimbangkan keberlanjutan dan transformasi ke arah ekonomi hijau (green economy), maka dikhawatirkan kita tidak bisa mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena daya dukung lingkungan dan sumberdaya alam yang terbatas,” ujarnya dalam siaran pers, Senin (3/5).

Arah kebijakan fiskal tahun 2022 yang dipaparkan Sri Mulyani, lanjut Misbah, belum mencerminkan transformasi kepada green economy ini. Reformasi struktural dalam pemulihan ekonomi sudah cukup bagus yang mencakup penguatan sumberdaya manusia dan transformasi ekonomi melalui pembangunan infrastruktur, reformasi institusional dan reformasi fiskal.

Namun demikian, lanjut Misbah, pemulihan ekonomi nasional melalui transformasi ekonomi seharusnya bisa memperkuat transformasi ekonomi hijau dan ketahanan iklim.

Sementara itu, Ketua IAP2 Indonesia (International Association for Public Participation), Aldi Muhammad Alizar, mengatakan bahwa arah kebijakan fiskal yang sedang disusun oleh Kementerian Keuangan yang tertuang dalam KEM PPKF tahun 2022 belum sinkron dengan arah kebijakan rencana pembangunan tahunan nasional yang ada dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2022, yang sedang disusun oleh Bappenas.

Ada kecenderungan bahwa terjadi ketidaksinkronan antara kebijakan fiskal Kementerian Keuangan dengan perencanaan pembangunan tahunan dalam RKP oleh Bappenas. “Kelihatannya Bappenas dan Kementerian Keuangan jalan sendiri-sendiri dan belum sinergis”, tegas Aldi.

Baca Juga: Sri Mulyani: Pemulihan ekonomi semakin meningkat pada tahun ini

Karena itu, Aldi menyarankan bahwa Bappenas dan Kementerian Keuangan perlu saling sinergis dalam perencanaan (RKP 2022) dan penganggaran/fiskal (KEM PPKF 2022). Dengan kata lain, tambah Aldi, perencanaan ekonomi hijau yang termuat dalam RKP 2022, meskipun masih sangat kecil, jangan sampai hilang dan tidak ada dalam KEM PPKF 2022 di Kementerian Keuangan.

Aldi mencontohkan kerangka pikir RKP 2022 oleh Bappenas, di mana pemulihan ekonomi nasional menurut kerangka RKP 2022 sudah memasukkan Pembangunan Rendah Karbon (PRK) sebagai salah satu fokus utama.

Pembangunan rendah karbon (PRK) ini, lanjut Aldi, penting dipertegas untuk mendapatkan dukungan fiskal yang memadai dari APBN 2022, dalam rangka mencegah krisis iklim ke depan. Apalagi, pemerintah sendiri sudah menetapkan target penurunan emisi karbon tahun 2022 sebesar 26,8% - 27,1%, sebuah target yang rendah tentunya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×