kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kata kuasa hukum pemerintah setelah RI menang lawan IMFA di arbitrase Den Haag


Selasa, 09 April 2019 / 22:39 WIB
Kata kuasa hukum pemerintah setelah RI menang lawan IMFA di arbitrase Den Haag


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Indonesia akhirnya memenangkan gugatan yang diajukan Indian Metals & Ferro Alloys (IMFA) di Forum Arbitrase International alias Permanent Court of Arbitrations (PCA) di Den Haag, Belanda.

Dengan kemenangan ini, pemerintah terhindar dari gugatan Indian Metals senilai US4 469 juta atau setara Rp 6,8 triliun.

Kuasa hukum pemerintah Teddy Anggoro dari Kantor Hukum FAMS & P Lawyer dalam keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id, Selasa (9/4) menyatakan, majelis menerima temporal objection dari Pemerintah yang pada pokoknya menolak pokok gugatan dari Indian Metals.

“Dalam putusannya, 29 Maret 2019 memutuskan menerima temporal objection pemerintah, karena tumpang tindih IUP sudah terjadi sebelum Indian Metals berinvestasi ke Indonesia, menolak seluruh klaim mereka karena terbukti, Indian Metals tak berhati-hati dalam berinvestasi, menolak klaim kerugian senilai US$ 469 juta, dan menghukum Indian Metals membayar seluruh biaya dan pengeluaran Pemerintah Indonesia US$ 2,97 juta, dan 361 juta poundsterling,” tulis Teddy.

Perkara yang didaftarkan ke Arbistrase Internasional sejak 24 Juli 2015 ini bermula ketika Indians Metals melalui cucu usahanya Indmet Singapore Ltd mengakuisisi 70% saham perusahaan tambang asal Indonesia, yaitu PT Sumber Rahayu Indah pada Juni 2010.

Akuisisi dilakukan Indmet Singapore lantaran Sumber Rahayu telah memiliki Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) yang diterbitkan Kabupaten Bupati Timur pada 31 Desember 2009. Namun ketika akan memulai eksplorasi pada April 2011, Indmet baru mengetahui wilayah IUP-OP milik Sumber Rahayu tumpang tindih dengan tujuh perusahaan tambang lainnya.

Apalagi tumpang tindih terjadi juga terjadi secara lintas batas. IUP-OP yang dimiliki Sumber Rahayu berada di wilayah Barito Timur, Barito Selatan, dan Tabalong.

Ini yang jadi dasar Indian Metals mengajukan gugatan. Pemerintah Indonesia dinilai melanggar Bilateral Investment Treaty (BIT) dengan Pemerintah India yang disahkan pada 1999.

Pelanggaran yang termaktub dalam perjanjian bilateral tersebut serta menjadi pokok gugatan misalnya, Indonesia dinilai tidak memberikan keamanan dan kepastian investasi, tak mengindahkan kaidah Fair and Equitable Treatment, melakukan diskriminasi investasi, dan justru melakukan perampasan terhadap aset-aset yang dimiliki Indian Metals di Sumber Rahayu.

Namun, seluruh argumen ini tak diterima Majelis Arbitrase. Pada pokoknya Majelis berpendapat, bahwa tumpang tindih izin sudah terjadi sebelum investasi Indian Metals masuk. Sebaliknya, Indian Metals dinilai tak berhati-hati melakukan investasi lantaran tak melakukan due diligence sebelum menanamkan modalnya di Indonesia.

“Terkait investasi yang dilakukan, penggugat mestinya melakukan due diligence dan tidak dapat memperlakukan BIT sebagai kebijakan asuransi. Dan dapat dikatakan penggugat justru berperan sebagai spekulan investor,” tambah Teddy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×