Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Bank Dunia menilai perekonomian Indonesia masih bergantung pada kebijakan subsidi dan dominasi badan usaha milik negara (BUMN), alih-alih memperkuat reformasi struktural yang bisa meningkatkan produktivitas dan daya saing jangka panjang.
Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik Aaditya Mattoo mengatakan bahwa Indonesia saat ini berusaha tumbuh lebih cepat dari potensi pertumbuhannya, namun kesenjangan itu masih ditutup dengan berbagai bentuk dukungan pemerintah, seperti subsidi pangan, transportasi, dan energi.
Menurutnya, pemerintah perlu menyeimbangkan kebijakan subsidi tersebut dengan reformasi ekonomi yang lebih dalam, agar pertumbuhan tidak hanya tinggi secara angka, tetapi juga lebih produktif dan berkelanjutan.
Baca Juga: Peraturan Turunan UU Minerba Terbit, Muhammadiyah Belum Dapat Kepastian Garap Tambang
"Namun, ada pertanyaan yang lebih besar, yaitu sejauh mana fokus seharusnya diarahkan pada reformasi struktural yang lebih mendalam, yang misalnya dapat memberikan dinamika baru bagi perekonomian Indonesia dan juga menjawab berbagai permasalahan yang ada saat ini, yaitu bagaimana menciptakan pekerjaan yang lebih baik dan lebih produktif bagi masyarakat," kata Mattoo dalam Media Briefing secara virtual, Selasa (7/10).
Mattoo menilai, Indonesia sebenarnya telah menapaki jalur reformasi melalui Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) yang ambisius. Namun, ia menyoroti lemahnya implementasi kebijakan di lapangan.
"Masalahnya sering terjadi di negara-negara di kawasan ini, undang-undangnya ambisius, tetapi implementasinya lemah," katanya.
Ia juga menyinggung pembentukan BPI Danantara sebagai langkah positif untuk mendorong investasi. Begitu juga dengan upaya pelonggaran kebijakan moneter serta potensi investasi di sektor hilirisasi dan kawasan ekonomi khusus (KEK).
Namun, Mattoo mengingatkan bahwa kebijakan perdagangan yang restriktif membuat Indonesia belum sepenuhnya terintegrasi dalam rantai pasok global, terutama di sektor manufaktur.
Selain itu, Mattoo juga menyoroti peran dominan BUMN dan investasi yang diarahkan negara, yang dinilai dapat menghambat kompetisi dan efisiensi pasar.
"Oleh karena itu, saya pikir penerapan reformasi yang telah disahkan Indonesia dan menjadi lebih ambisius dalam reformasi yang akan membantu membuka perdagangan dan meningkatkan persaingan, serta mengurangi status istimewa BUMN, akan sangat berpengaruh," katanya.
Baca Juga: Bank Dunia Soroti Arah Belanja Pemerintah: Jangan Terlaku Fokus Subsidi
Selanjutnya: Peraturan Turunan UU Minerba Terbit, Muhammadiyah Belum Dapat Kepastian Garap Tambang
Menarik Dibaca: 7 Alasan Jamu Kunyit Asam Bagus untuk Wanita, Bantu Cegah Osteoporosis
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News