Reporter: Teodosius Domina | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - Penelusuran kasus korupsi pemberian surat keterangan lunas (SKL) kepada obligor BLBI mengalami kemajuan. Ini setelah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah dan kantor tersangka Syafruddin Arsyad Temenggung.
Dalam penggeledahan ini KPK menemukan petunjuk berupa dokumen yang bakal membantu pengusutan perkara. "Dari kedua lokasi penyidik menyita sejumlah dokumen yang akan dipelajari lebih lanjut oleh tim untuk mendukung proses penyidikan yg dilakukan," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah, Rabu (20/9).
Rumah milik tersangka yang dimaksud berlokasi di Cipete, Jakarta Selatan. Sedangkan kantornya ialah PT Fortius Investment Asia yang terletak di Jl Raden Patah, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Penggeledahan di dua lokasi tersebut dilakukan secara paralel oleh penyidik KPK sejak pukul 10.00 WIB-17.00 WIB. Atas penetapannya sebagai tersangka, Syafruddin sempat tidak terima lantas mengajukan praperadilan. Namun kemudian hakim menyatakan, KPK telah menjalankan prosedur sebagaimana mestinya.
Kasus ini bermula dari krisis moneter tahun 1997/1998. Syafruddin menerbitkan SKL untuk BDNI milik taipan Sjamsul Nursalim. Saat itu, BDNI menjadi salah satu bank dari 48 bank yang mendapat bantuan dana likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Total bantuan likuditas BI mencapai Rp 147,7 triliun. Adapun, suntikan BLBI ke bank ini nilainya Rp 37,4 triliun. Pasca BDNI diambil alih BPPN, sisa kewajiban Nursalim menjadi Rp 28,4 triliun. Berdasarkan hasil audit Badan Pengawas Keuangan (BPK), dari total suntikan BLBI 147,7 triliun, sebesar Rp 138,7 triliun merugikan negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News