kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kasus beras, ada unsur persaingan tak sehat


Senin, 24 Juli 2017 / 19:53 WIB
Kasus beras, ada unsur persaingan tak sehat


Reporter: Teodosius Domina | Editor: Johana K.

JAKARTA. Terkait kasus kecurangan produksi beras yang melibatkan PT Indo Beras Unggul, polisi menjelaskan bahwa ada unsur persaingan tidak sehat pada kasus ini. Hal ini terkait akses permodalan untuk membeli beras dari para petani.

"Sebelumnya harus dipahami bahwa soal panen beras, ada yang namanya panen gadu dan panen rendeng. Panen gadu terjadi pada saat musim kering seperti sekarang ini. Hasil berasnya sedikit, tapi kualitasnya bagus. Sedangkan ada panen rendeng, dipanen waktu musim hujan, hasilnya kurang bagus," ucap Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto menjelaskan konstruksi awal kasus ini.

Ia melanjutkan pada musim panen gadu, karena memiliki kekuatan modal besar, PT IBU berani membeli beras varietas IR64 atau pengembangannya, dengan harga tinggi. Tetapi pembeli yang modalnya terbatas tak bisa ikut ambil untung karena tak punya kapital memadai.

"Saat panen gadu, yang punya duit ambil semua. Harga gabah Rp 3.700 ini, dibeli dengan harga Rp 4.900. Pertanyaannya, itu menguntungkan petani, tetapi penggiling kecil mati kan?" tambah Setyo.

Padahal diharapkan yang menerima keuntungan bisa merata, bukan pengusaha besar saja, tetapi dari hulu ke hilir. Yaitu sejak dari petani, penggiling, pedagang, hingga konsumen. Terlebih, jenis beras ini pupuk dan benihnya disubsidi pemerintah. Pemerintah melalui kementerian pertanian bahkan menggelontorkan dana sekitar Rp 30 triliun per tahun untuk subsidi.

Pernyataan ini juga menjelaskan pernyataan menteri sosial, Kofifah Indar Parawansah yang mengatakan bahwa beras Maknyuss dan Ayam Jago bukan beras subsidi yang dipakai untuk rastra. Artinya, konsep subsidi dalam hal ini adalah hal yang berbeda.

Soal dua musim pemanenan ini, Setyo lebih lanjut menjelaskan pemerintah juga mengalami dilema lantaran Perum Bulog kesulitan intervensi. Pasalnya menurut aturan, Bulog tidak bisa membeli beras dengan harga lebih tinggi dari aturan.

"Jadi di sini ada mekanisme yang tidak adil. Kalau dibiarkan, yang kecil tidak akan mampu beli," imbuh Setyo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×