kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kajian mengenai untung-rugi TPP kelar Juli


Rabu, 18 Mei 2016 / 15:54 WIB
Kajian mengenai untung-rugi TPP kelar Juli


Reporter: Handoyo | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Kajian terkait dengan ketertarikan Indonesia masuk dalam kerjasama perdagangan Kemitraan Trans-Pasifik atau Trans Pacific Partnership (TPP) segera selesai. Awal Juli mendatang, seluruh kajian dari masing-masing chapter di masing-masing sektor TPP ditargetkan dapat diserahkan ke Menko Perekonomian.

Kajian itu berisi mengenai untung atau ruginya Indonesia bergabung dengan TPP. "Kajian dibahas detail dan dibagi per sektor sesuai dengan chapter," kata Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) Kementerian Perdagangan, Tjahya Widayanti, Rabu (18/5).

Tjahya mengatakan, saat ini pihaknya belum dapat memberikan informasi detail mengenai arah dan sikap pemerintah terhadap TPP. Pasalnya, pengkajian yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan belum selesai.

Di sektor perdagangan barang, keikutsertaan TPP diperhitungkan akan memberikan dampak yang positif bagi Indonesia. Dalam studi yang dilakukan oleh Australia Indonesia Partnership for Economic Governance (AIPEG), TPP akan menciptakan peluang ekspor baru sebesar US$ 2,9 miliar bagi Indonesia.

Selain itu, TPP juga akan menyelamatkan pembayaran tarif sebesar US$ 1,3 miliar bagi eksportir Indonesia. Keikutsertaan TPP mengakibatkan diversifikasi pasar tujuan produk Indonesia menjadi bertambah.

Bergabungnya Indonesia jdalam TPP diproyeksi bakal memberikan dampak positif terhadap impor bahan baku dan barang modal yang lebih murah. Diperkirakan peningkatan impornya dapat mencapai US$ 3,8 miliar. Walau demikian, neraca perdagangan tetap dapat bertahan diposisi surplus.

Sementara itu, bila Indonesia tidak bergabung dengan TPP maka diprediksi akan kehilangan potensi pasar ekspor baru sebesar US$ 2,9 miliar.

Kerugian akibat pengalihan perdagangan atau ekspor ke negara anggota TPP mencapai US$ 306 juta. "Implikasi terhadap neraca perdagangan tidak besar," kata Senior Economist AIPEG Achmad Shauki.

Sekadar catatan, dari sepuluh negara tujuan ekspor utama Indonesia, lima diantaranya adalah negara-negara yang saat ini telah bergabung dengan TPP yakni Jepang, Singapura, Amerika Serikat, Malaysia dan Australia.

Dari total nilai perdagangan Indonesia, sebesar 40% dilakukan dengan negara-negara anggota TPP. Pada tahun 2014, nilai perdagangan Indonesia mengalami surplus sebesar US$ 3 miliar. Produk yang di ekspor Indonesia ke negara anggota TPP utamanya adalah berbasis sumberdaya alam. Sementara impornya barang modal, bahan baku dan barang konsumsi tahan lama (durables).

Adapun produk-produk yang diuntungkan bila Indonesia ikut TPP adalah tekstil dan alas kaki, makanan olahan, mesin, karet dan produk kimia. Sementara yang akan mengalami gangguan adalah industri-industri seperti di sektor besi dan baja dan plastik.

Research Director Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal mengatakan, TPP berpotensi meningkatkan ekspor Indonesia khususnya di AS dan Kanada sejalan dengan ditekannya hambatan tarif dan nontarif.

"Peningkatan ekspor tidak akan maksimal jika tidak diikuti dengan perbaikan pada faktor-faktor di luar trade barriers yang menghambat daya saing seperti biaya energi, logistik upah," kata Faisal.

Biaya logistik tinggi untuk international shipment akan menyulitkan produk ekspor Indonesia bersaing dengan produk ekspor serupa dari negara lain yang memiliki sistem logistik lebih efisien.

Senada dengan Achmad, beberapa produk ekspor yang sudah memiliki daya saing tinggi seperti alas kaki dan pakaian yang saat ini dikenakan tarif impor tinggi berpotensi mendapat manfaat maksimal atas bergabungnya Indonesia ke TPP.

Sedangkan, untuk produk ekspor terbesar saat ini yang sudah mendapatkan tarif impor sangat rendah di AS seperti furnitur, udang, sawit dan kopi tidak akan banyak berpengaruh terhadap peningkatan ekspornya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×