Reporter: Adinda Ade Mustami, Handoyo | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) makin tak berdaya dan hampir menembus level psikologis baru sebesar Rp 13.000 per dollar AS. Kemarin (2/3), rupiah di level Rp 12.986 per dollar AS, melemah dari pekan lalu (27/2) versi kurs tengah Bank Indonesia (BI) Rp 12.863.
Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS Senin kemarin (2/3) tampak kian mendekati posisi rupiah pada saat kondisi krisis moneter Indonesia pada 1998 yang mencapai kisaran 16.000 per dollar AS.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (KADIN) Bidang Perdagangan, Distribusi & Logistik Natsir Mansyur menyatakan, pelemahan nilai tukar rupiah tersebut akan menyebabkan impor ke Indonesia meningkat signifikan. Perkiraan Natsir, impor akan naik 15%-25%.
Menurut Natsir, dampak ini terjadi karena sebagian besar industri nasional masih berbahan baku impor. Di industri manufaktur misalnya, sebanyak 75% bahan bakunya berasal dari impor. Begitu juga di industri pangan, sebanyak 65% industri pangan dan bahan pangan juga masih mengandalkan impor.
Di sisi lain, di sektor migas pun pemerintah juga masih mengandalkan impor. Sementara itu, kekuatan ekspor Indonesia belum juga bisa diandalkan. "Dan saya prediksikan rupiah mencapai Rp 13.250 per dollar AS dalam waktu dekat," kata Natsir, Selasa (3/2).
Oleh karena itu menurut Natsir, pemerintah dan Bank Indonesia perlu bertindak tegas menyikapi hal ini. Tindakan Bank Indonesia menurut Natsir, sejauh ini masih bersifat konvesional dalam menjaga kurs rupiah terhadap dollar. Jika terus didiamkan seperti ini, Natsir memperikarakan defisit transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD) bisa mencapai 4,5% terhadap PDB, membesar dari prediksi Bank Indonesia yang di kisaran 3%-3,5% tahun ini.
Meskipun pengusaha tampak khawatir, pemerintah tenang. Bagi pemerintah, di sisi lain, pelemahan nilai tukar rupiah bisa menguntungkan eksportir. Dengan, dollar yang tinggi tersebut maka eksportir akan menerima keuntungan lebih besar dari sebelumnya.
Sedangkan bagi perusahaan yang menggatungkan bahan bakunya dari impor hal tersebut tidak terlalu banyak membawa pengaruh. "Kalau (bahan baku) impor untuk (di) ekspor dampaknya, netral nggak ada masalah," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil, Senin (3/2). Sofyan bilang, pemerintah masih tetap menjaga minat investasi dengan memperbaiki birokrasi, logistik, fiskal, serta inflasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News