Reporter: Mona Tobing | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Tidak ingin ketinggalan dari sektor pertanian. Pelaku usaha sektor perikanan akan mengusulkan kepada pemerintah baru untuk mendirikan lembaga pembiayaan dan asuransi sektor perikanan. Pelaku usaha menilai kehadiran dua lembaga tersebut merupakan kebutuhan bagi sebuah negara maritim.
Presiden Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia Thomas Darmawan mengatakan, Indonesia ketinggalan langkah dibandingkan Taiwan dan China yang terlebih dahulu memiliki lembaga pembiayaan dan asuransi perikanan.
"Yang memberikan pembiayaan justru berasal dari bank asing. Sementara dari bank nasional enggan untuk masuk karena nelayan dan penambak dianggap tidak bankable dan resiko kreditnya tinggi," kata Thomas usai acara Forum Group Discussion, Selasa (7/10)
Lebih lanjut, Thomas menjelaskan kalau kebutuhan pendanaan petambak dan nelayan saat ini berkisar Rp 100 juta sampai Rp 200 juta. Dana tersebut digunakan pembenihan, budidaya, pembuatan lahan, bahan bakar kapal hingga distribusi.
Persoalannya kata Thomas, bank memang terbilang kurang dapat menjangkau petambak dan nelayan. Selain karena dianggap tidak bankable juga resiko kreditnya tinggi. Tidak ada pula asuransi yang melindungi lembaga pembiayaan.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto mengatakan, perbankan terkesan hati-hati untuk memberikan kreditnya karena kredit macet yang sebelumnya terjadi. Akibatnya, sektor perikanan terhambat.
"Seharusnya jangan disamaratakan. Tidak semua sektor dalam usaha kelautan dan perikanan beresiko tinggi dan menyebabkan kredit macet. Budidaya udang misalnya menguntungkan dengan proses pengembalian cepat," pungkas Yugi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News