Reporter: Dian Pitaloka | Editor: Test Test
JAKARTA. Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) pada awal November nanti akan mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) untuk mengatur jumlah televisi dan radio di setiap kabupaten di Indonesia.
Perhitungan jumlah stasiun televisi dan radio ini menggunakan rumus indeks potensi dan kemajuan daerah. Indeks potensi dihitung dari aspek geografis, demografis, dan potensi dari sumber daya manusia. Sedangkan indeks kemajuan daerah dihitung berdasarkan indeks ekonomi dan indeks bisnis.
Direktur SKDI Depkominfo Freddy Tulung mengatakan, perhitungan tersebut mengacu pada data BPS dan Bappenas. Dalam mapping, akan dibuat zoning. Klasifikasinya terdiri atas lima zona (Zona 1-5). Menurut data sementara yang ia miliki, kebanyakan kabupaten di Indonesia berada di zona 3 atau 4, yang artinya masuk dalam kategori "sedang". "Mapping ini masih butuh penyesuaian, kami masih memerlukan konsultasi publik," kata Freddy, seusai mengikuti rapat dengan Panja Frekuensi di DPR, Selasa (23/9).
Mapping ini, kata Freddy, bukan untuk membatasi jumlah lembaga penyiaran. Melainkan untuk mempertahankan diversity of ownership (keberagaman kepemilikan) dan diversity of content (keberagaman muatan siaran) yang menjadi nafas dalam asas demokrasi informasi, sebagaimana dicita-citakan UU no 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Permen tidak hanya mengatur mapping, juga panduan mengenai bentuk dan syarat pengajuan izin penyiaran. "Dengan permen, diharapkan jangan hanya pemodal besar atau orang dengan modal yang tidak kuat berbisnis di penyiaran," kata Freddy.
Kekhawatiran itu bukan tanpa bukti. Di daerah, banyak pemilik izin yang hanya berprofesi tak ubahnya seperti calo. Kata Freddy, para pemilik izin ini ternyata tidak memiliki infrastruktur dan permodalan yang kuat untuk menyelenggarakan penyiaran. "Mereka bisa saja malah jadi calo izin penyiaran, hanya beli untuk dijual oleh orang lain," katanya.
Selain itu, kondisi penyiaran di Indonesia juga menjadi pertimbangan untuk segera menerbitkan Permen nanti di awal November. Menurut dia, iklan sebagai napas hidup penyiaran sudah sangat kecil pertumbuhannya dibanding industri media. Yang lebih menyedihkan lagi, lanjutnya, TV local yang ada saat ini, sudah kepayahan karena iklannya terlalu minim."Kami khawatir terjadi sikut-sikutan, sekarang saja sudah terjadi," katanya.
Ia juga melihat kecenderungan pemodal besar yang membuat TV local di setiap daerah bisa mengaburkan asas diversity of ownership. Oleh karena itu, dengan permen ini, pemilik modal tidak akan jorjoran menggelontorkan dana untuk membangun TV Lokal. "
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News