Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Jajaran pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama para penyidik akan melakukan gelar perkara (ekspose) kasus dugaan suap kepengurusan sengketa pemilihan kepala daerah yang menjerat Ketua Mahkamah Konstitusi nonaktif, Akil Mochtar pada Jumat (11/10/2013). Dalam gelar perkara tersebut, KPK rencananya akan membahas kemungkinan untuk menjerat Akil dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) selain tindak pidana korupsi.
Menurut Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, kemungkinan Akil dijerat dengan TPPU bergantung pada hasil temuan KPK yang masih dilakukan hingga saat ini.
“Kemungkinan penerapan TPPU harus dilihat dari hasil temuan yang saat ini masih dilakukan,” katanya kepada wartawan, Rabu (9/10/2013).
Dia mengatakan, KPK terus menelusuri aset-aset milik Akil yang patut diduga berasal dari tindak pidana korupsi. Menurutnya, sudah menjadi tanggung jawab moral bagi KPK untuk meneliti kewajaran antara gaji maupun tunjangan resmi yang diterima Akil dengan harta yang dimilikinya.
Disita KPK
Sebelumnya, KPK menyita sejumlah aset Akil yang diduga berasal dari tindak pidana, di antaranya uang Rp 2,7 miliar dari rumah dinas Akil di Kompleks Widya Chandra, Jakarta, serta tiga mobil mewah Akil dari kediamannya di kawasan Liga Mas, Pancoran, Jakarta. Ketiga mobil mewah yang kini diamankan di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta itu adalah Mercedes Benz S-350, Audi Q5, dan Toyota Crown Athlete.
Dari rumah Akil di Pancoran tersebut, penyidik juga menyita surat berharga senilai Rp 2 miliar. Akil juga diduga melakukan pencucian uang melalui badan usaha berbentuk commanditaire vennootschap (CV) berinisial RS yang bergerak dalam bidang perdagangan umum dan jasa yang berlokasi di Pontianak, Kalimantan Barat.
Sejumlah transaksi mencurigakan bernilai miliaran rupiah diduga mengalir ke CV berinisial RS ini. Juru Bicara KPK Johan Budi, Rabu, mengatakan, bahwa penerapan pasal TPPU untuk kasus Akil sangat dimungkinkan selama ditemukan bukti permulaan yang cukup.
“Tapi sampai hari ini belum ada sangkaan untuk TPPU,” katanya.
Sejauh ini, Akil baru disangka melakukan tindak pidana penerimaan suap terkait sengketa pilkada Lebak, Banten, dan pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Untuk kasus Lebak, Akil diduga bersama-sama pengacara Susi Tur Andayani menerima suap Rp 1 miliar dari pengusaha Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. KPK pun menetapkan Susi dan Wawan sebagai tersangka. Adapun, Wawan diketahui sebagai adik dari Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.
Sementara, dalam kasus pilkada Gunung Mas, Akil dijerat bersama-sama anggota DPR Chairun Nisa sebagai pihak penerima suap dengan barang bukti Rp 3 miliar. Selain keduanya, KPK menetapkan calon Bupati Gunung Mas Hambit Bintih dan pengusaha Cornelis Nalau sebagai tersangka.
Johan mengatakan, KPK menelusuri aset Akil dan tersangka lainnya dalam kasus ini. KPK juga berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri rekening mencurigakan terkait para tersangka. Menurut Johan, KPK telah menerima laporan hasil analisis (LHA) dari PPATK yang berkaitan dengan Akil. (Icha Rastika/Kompas.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News