CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.925   -31,00   -0,20%
  • IDX 7.137   -77,78   -1,08%
  • KOMPAS100 1.092   -10,78   -0,98%
  • LQ45 871   -4,94   -0,56%
  • ISSI 215   -3,31   -1,52%
  • IDX30 446   -2,03   -0,45%
  • IDXHIDIV20 539   -0,53   -0,10%
  • IDX80 125   -1,22   -0,96%
  • IDXV30 135   -0,43   -0,32%
  • IDXQ30 149   -0,44   -0,29%

Jokowi dinilai ingin segel dukungan dari 70% anggota parlemen


Rabu, 16 Oktober 2019 / 11:46 WIB
Jokowi dinilai ingin segel dukungan dari 70% anggota parlemen
ILUSTRASI. Presiden Joko Widodo (kanan) berjalan bersama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) usai melakukan pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (11/10/2019).CSIS menilai, Presiden Jokowi tampak ingin menyegel dukungan politik di parlemen sebes


Sumber: Kompas.com | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peneliti Departemen Politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menilai, Presiden Joko Widodo tampak ingin menyegel dukungan politik di parlemen sebesar 70% hingga 80% jika Partai Gerindra atau Partai Demokrat masuk dalam koalisi pemerintah. 

"Meski dengan koalisi saat ini Jokowi sudah menguasai sekitar 60% di parlemen, tapi tampaknya Jokowi ingin menyegel dukungan politik di angka 70%-80% dengan masuknya Gerindra atau Demokrat," ujar Arya ketika dihubungi, Rabu (16/10). 

Baca Juga: Pelantikan Jokowi-Ma'ruf akan dihadiri oleh seluruh mantan Presiden RI

Menurut Arya, menyegel dukungan politik yang besar seperti itu dilakukan karena mengantisipasi perilaku partai politik yang sering berbeda pendapat dalam isu atau kepentingan tertentu, sehingga ada partai yang berpotensi lari dari koalisi. 

"Itu disiapkan Jokowi disebabkan antara lain perilaku parpol yang notabene sering lari dalam isu atau masalah tertentu," kata dia.  

Arya menjabarkan, larinya parpol koalisi ini dapat disebabkan oleh dua hal. Pertama, membangun posisi tawar terhadap presiden. Kedua, perbedaan nuansa ideologi atau kepentingan antara presiden dan parpol koalisinya. 

"Fakta bahwa Presiden Jokowi bukan ketua umum partai juga juga membuat dia harus pintar mengelola hubungan dengan para ketua umum parpol yang berbeda agar tujuan besar dapat tercapai, walau kadang terjadi perbedaan pendapat atau kepentingan di antara para ketua umum itu," kata Arya.

Baca Juga: Ma'ruf Amin: Saya tetap Ketua MUI tapi nonaktif

Diberitakan sebelumnya, lobi politik akhir-akhir ini intens terjadi. Presiden Jokowi setidaknya sudah bertemu tiga pimpinan partai politik. Terakhir, Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan bertemu Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (14/10). 

Jokowi mengakui ia membahas peluang koalisi dengan Zulkifli. Namun memang belum ada kesepakatan antara keduanya. "Ya ada (pembicaraan PAN masuk kabinet), tapi belum sampai final, belum rampung," kata Jokowi. 



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×