kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.528.000   8.000   0,53%
  • USD/IDR 16.240   -40,00   -0,25%
  • IDX 7.037   -29,18   -0,41%
  • KOMPAS100 1.050   -5,14   -0,49%
  • LQ45 825   -5,35   -0,64%
  • ISSI 214   -0,85   -0,40%
  • IDX30 423   -1,15   -0,27%
  • IDXHIDIV20 514   0,87   0,17%
  • IDX80 120   -0,69   -0,57%
  • IDXV30 125   1,36   1,09%
  • IDXQ30 142   0,26   0,18%

Jokowi diminta untuk mandiri


Kamis, 05 Februari 2015 / 08:01 WIB
Jokowi diminta untuk mandiri
ILUSTRASI. emas batangan. REUTERS/Michael Dalder


Sumber: Kompas.com | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Lebih dari 100 hari sudah pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla berjalan. Hiruk pikuk politik dan hukum lebih mendominasi dibandingkan capaian yang telah diraih dalam 100 hari pertama. Jokowi akhirnya memasuki dinamika riil politik. Menjadi presiden tak hanya bisa mengandalkan kerja, kerja, dan kerja.

Terakhir, kisruh antara dua lembaga penegak hukum, Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian RI seakan menguji kemampuan Jokowi. Ia harus melepaskan diri dari tekanan partai politik yang disebut-sebut mengungkungnya. Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada Kuskrido Ambardi alias Dodi menilai, Jokowi harus menunjukkan kemandirian seperti yang diperlihatkannya saat pembentukan kabinet.

Menurut dia, kemandirian Jokowi saat pembentukan kabinet di awal pemerintahannya, seakan memudar dan perlahan menghilang. 

"Pada awal membentuk kabinet, Jokowi terlihat mandiri dengan polanya sendiri untuk memilih menterinya sendiri. Dia menggunakan data dari KPK dan PPATK untuk menjaring menteri. Tetapi, kini kemandirian itu seperti hilang, menjadi tidak konsisten ketika dia tidak melibatkan dua lembaga ini dalam memilih calon Kapolri. Meski tidak ada keharusan, tapi secara etik akan semakin bagus," kata Dodi, kepada Kompas.com, Rabu (4/2/2015).

Dodi menilai, dimensi etik yang dibangun Jokowi sejak awal terlihat goyah ketika berhadapan dengan dinamika riil politik yang diwarnai dengan tawar menawar posisi. 

"Saat ini, Jokowi sudah memasuki dinamika riil politik," kata Direktur Lembaga Survei Indonesia ini.

Menurut Dodi, situasi semakin pelik ketika Jokowi harus berhadapan langsung dengan partai pendukungnya. Kondisi ini, kata Dodi, membuat Jokowi sadar bahwa dia butuh kekuatan penyokong di tingkat elite.

"Riil politik tidak ramah karena berhadapan dengan partai pendukungnya. Tetapi, komprominya bukan mengurangi pertimbangan etik, melainkan KPK bisa diperkuat," kata Dodi. 

Ke depannya, lanjut Dodi, Jokowi harus bisa mempersuasi partai politik pendukungnya, terutama PDI Perjuangan, yang disebut-sebut memberikan tekanan terkait pencalonan Komjen Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian RI. 

"Jokowi harus mempersuasi PDI-P, dalam jangka panjang langkah yang dilakukan PDI-P saat ini memengaruhi dan merugikan partai," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×